Demikian Laporan Tahunan jaringan sensor Nafas sepanjang tahun 2023 atas polusi udara, yang menempatkan Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai pemuncak. Mengambil rerata tingkat polusi udara selama satu tahun penuh, Tangsel menjadi juara polusi dengan nilai PM2.5 48 µg/m3) selama tahun 2023. Ini lebih dari tiga kali lipat melampaui batas Baku Mutu Udara Ambien Nasional Tahunan Indonesia sebesar 15 µg/m3.
Peringkat kedua ditempati Bandung Raya dengan PM2.5 44 µg/m3, disusul oleh Tangerang dan Bogor yang masing-masing memiliki kadar PM 2.5 rata-rata 43 µg/m3. Adapun peringkat kelima ditempati oleh Bekasi dengan kadar PM 2.5 rata-rata 42 µg/m3.
Sementara itu, Jakarta, ibukota yang kerap mendapat sorotan sebagai ‘kota paling berpolusi di dunia’ berada di urutan ketujuh dengan PM2.5 sebesar 38 µg/m3, sepanjang 2023.
Data Nafas menunjukkan terjadi peningkatan polusi udara pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Jika rata-rata bulanan kualitas udara pada akhir tahun 2022 bisa menyentuh ke level cukup baik, kondisi udara pada kategori “Tidak Sehat untuk Kelompok Sensitif” justru yang lebih banyak terjadi hingga penutupan tahun 2023.
Akan tetapi, dalam tiga tahun terakhir, rerata tahunan polusi udara tertinggi terjadi di tahun 2021. Pada tahun 2023, kadar dengan PM2.5 sebesar 39 µg/m3, sementara pada tahun 2022 setinggi 38 µg/m3, dan pada tahun 2021 mencapai 42 µg/m3.
Selain masih banyaknya sumber polusi besar, menurut Nafas, hal itu terjadi karena adanya El Nino di hampir sepanjang tahun lalu. Fenomena tersebut mendukung cuaca menjadi kering dan panas yang membuat kondisi atmosfer lebih stabil dan angin cenderung tenang. Akibatnya, polusi sering terakumulasi dekat dengan permukaan dan terdeteksi sebagai polusi tinggi.
baca juga: Akselerasi Industri Hijau, Kemenperin Luncurkan Aplikasi Pengawasan Kualitas Udara
Pengaruh Topografi
Kondisi geografis dan topografi, menurut Nafas, juga adalah yang membuat Tangsel dan Bandung mengalami perburukan kualitas udara. Sisi barat daya Tangsel “dibatasi” oleh dataran tinggi, jadi ketika angin laut bergerak ke arah barat, polutan yang terbawa “terjebak” di sini. Hal itu juga yang menyebabkan daerah Serpong di Tangsel menjadi lokasi paling tinggi tingkat polusinya pada tahun 2023, yang kadar PM2.5 mencapai 60 µg/m3.
Adapun Bandung yang dikelilingi dataran tinggi, membuat kota ini berada di dasar area serupa mangkok, sebab itu dikenal juga dengan cekungan Bandung. Dengan letak geografis dan topografi seperti itu, sangat “mendukung” terbentuknya akumulasi polutan. Polutan seperti terperangkap di dasar mangkok. Hal ini membuat angin skala besar sulit masuk ke dalam mangkok, walhasil polusi tidak mudah tersebar dan mengumpul di dalamnya, sehingga tingkat polusinya selalu terdeteksi tinggi. Seperti pada bulan Oktober, di mana Bandung terdeteksi mencapai polusi tertinggi sepanjang tahun, dengan kadar PM2.5 setinggi 57 µg/m3.
Dengan kondisi topografi dan geografi itu juga yang membuat Jakarta sepanjang tahun 2023 tidak lagi masuk dalam lima besar kota paling polutif. Lokasi Jakarta yang dekat dengan laut, membuat angin laut dapat masuk dengan lebih mudah dibandingkan daerah sekitarnya (Bodetabek).
Selain itu, lokasi geografis DKI Jakarta sangat strategis untuk dilewati angin skala besar dari arah Barat (Monsun Asia) maupun arah Timur (Monsun Australia), dengan begitu polusi cenderung lebih mudah tersebar. Terlebih lagi, angin cukup kencang paling sering muncul di wilayah Jabodetabek.
Sementara itu, Tangerang Selatan menjadi daerah paling berpolusi. Selain karena keberadaan dataran tinggi di sisi Barat Daya yang dapat menahan penyebaran polusi, juga dibuktikan oleh data angin yang memperlihatkan kemunculan angin tenang atau angin dengan kecepatan rata-rata per jam: 0.3 – 1.5 m/s, sebanyak 83% selama 2023.
Beragam Sumber Polusi
Sumber polusi itu sendiri sangat beragam, mulai dari emisi kendaraan (transportasi), fogging nyamuk, pembakaran sampah sampai kebakaran hutan. Jangan disepelekan juga kegiatan konstruksi pembangunan properti dan infrastruktur. Itu yang membuat beberapa waktu kenaikan di daerah tertentu, pada jam tertentu, menjadi buruk,” kata Dinda Shabrina, Peneliti Junior Nafas.
Rizky Mulyana, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menambahkan, “Selain pola transportasi dan kegiatan pembangunan konstruksi pada kota-kota tertentu, seperti Tangsel misalnya, humidity juga jadi penyebab tingginya polusi. Kelembaban tinggi membuat partikel-partikel di atmosfer seperti “lengket”, jadi itu yang membuat kualitas udara buruk.”
Namun saat ini Nafas belum bisa menentukan, sumber polutan mana yang menjadi penyebab utama atau sumber utama. Karena itu, ke depan Nafas bekerja sama dengan BRIN untuk melakukan penelitian lebih dalam akan sumber polusi ini.
baca juga: Ahli Tata Ruang Untar: Solusi Polusi Jakarta, Naik Kendaraan Umum
Pernah Hijau
Walau dapat predikat kota paling berpolusi, bukan berarti Tangsel dan Bandung Raya tidak pernah mendapat warna hijau, alias udaranya berkategori Baik. Meskipun memang warna hijau itu hanya terjadi dalam beberapa waktu saja. Seperti Tangsel yang terjadi pada Selasa, 3 Januari 2023 dan Bandung pada Selasa, tanggal 14 Februari.
Pada tanggal yang sama, 14 Februari, kondisi udara Jakarta dan Bekasi pun masuk kategori Baik. Sementara Bogor terjadi pada 12 Februari, Depok pada 3 Januari, dan Tangerang pada 11 April.
Laporan Nafas ini juga memperlihatkan bahwa hanya pada periode Januari – April secara umum kota-kota di Indonesia yang dipantau udaranya, masuk kategori Baik. Sedangkan November hingga Desember yang dikenal bulan dengan udara bersih, pada tahun 2023 hal ini tidak ada periode udara Sehat.