Satu lagi sebuah furniture showroom buka di Jakarta, dengan mengambil lokasi di jalan Kemang Utara, Jakarta Selatan. Diberi label Sawdust (serbuk gergaji), gerai ini menyajikan lebih dari sekadar toko furnitur dan aksesori berdesain baik, sudah dikurasi dan berharga terjangkau. Mengusung koleksi furnitur dan produk dari desainer global (juga lokal berstandar internasional), yang menyentuh cita rasa dari gaya hidup urban kontemporer melalui kurasi desain yang berdedikasi tinggi dengan harga sepadan dan good value dari setiap produknya.
Didirikan oleh empat sekawan dengan latar belakang beragam, namun sangat terkait dengan desain. Mereka adalah Deo Mario (bergelar master desain dari Bauhaus Jerman), Logan Komorowski (desainer dan brand owner United Strangers dari Selandia Baru), Eko Priharseno (desainer interior selaku creative director Sawdust) dan Jose Dima Satria (pengamat seni dan kurator artwork).

Koleksi pertama Sawdust terdiri atas beberapa brand yang telah dikenal secara global, dan telah mendistribusikan produknya lebih ke 70 negara di dunia. Seperti Natadora, Sketch, Root& Branch, United Strangers, Sebastian Curi, dan Luc Am Pierre. “Juga akan ada brand lokal yang berstandar internasional,” terang Eko.
Green Products
Meski barang impor, produk di Sawdust tetap berkategori green. Karena, seperti dijelaskan Deo, semua produk diproduksi dengan cara yang memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan. “Juga tidak mengganggu kesehatan, karena tidak menggunakan bahan-bahan tambahan yang berbahaya,” imbuh Eko. Deo menjelaskan, “Kami memang banyak menampilkan produk berbahan kayu, seperti kayu oak, tapi sudah bersertifikat legal, inilah cara kami menjaga hutan di Indonesia tidak asal tebang.”
Tampil dalam ukuran ruang besar, namun produk-produk dari brands tersebut bisa diletakkan di ruang berukuran kecil. Karena banyak produk didesain dalam bentuk modular, dan secara tampilan ringan, sehingga tidak membuat ruang terasa sesak. Warna-warna yang digunakan pun earth tone, seperti krem, broken white dan coklat alami. “Pendeknya gaya yang kami usung adalah yang membuat rumah nyaman dan menenangkan, casual,” tutur Eko.
Selain memberi pengalaman ruang dan ide desain, calon pembeli pun bisa berkonsultasi untuk pemilihan produk dan desain, yang sesuai dengan cita rasa, gaya hidup dan kebutuhan ruangnya.
Punya Nilai Filosofis
Sawdust hadir menjawab fenomena bagaimana mudahnya kita saat ini mendapat informasi dan referensi visual, sehingga semakin mudah juga untu mengasah selera dan kepekaan dalam memilih produk yang sesuai dengan gaya hidup, juga jiwa dan karakter ruang. Sawdust merupakan perwujudan dari pengalaman dan passion, para co-founder dan shareholder akan craftmanship dalam desain furnitur yang belum memiliki akses yang baik untuk menyentuh pasar di Indonesia.
Nama Sawdust juga menjadi simbol pemersatu dari para pendirinya dalam passion yang sama akan craftmanship dan desain produk yang berkualitas. Nama tersebut juga merefleksikan usaha untuk menghadirkan produk dengan bahan berkualitas, desain yang memukau, dan yang lebih penting adalah bagaimana setiap brand yang dikurasi memiliki apresiasi mendalam pada seni, kerajinan, dan juga para pengrajin, craftman, dan maker.
Semua menjadi satu dalam Sawdust di mana pengunjung akan memberikan pengalaman menikmati curated lifestyle yang paripurna. Itulah yang menjadi dasar mereka menyebut Sawdust lebih sebagai furniture house, yang menggambarkan bagaimana sebuah rumah dengan tata ruang yang nyaman.
Produk berdesain baik dengan bahan berkualitas dan pengerjaan craftmanship yang baik, seringkali dikonotasi dengan harga yang tinggi. Ini membuat hanya sebagian kecil pasar Indonesia berhasil mengakses produk-produk tersebut. Padahal, “Kita perlu memberikan penghargaan kepada para craftman dan maker yang telah berdedikasi mengasah kemampuan, demi menghasilkan produk dengan bahan dan detail pengerjaan yang berkualitas tinggi,“ jelas Eko
Di satu sisi, juga sedang berkembang fenomena quiet luxury, yakni tren gaya hidup (utamanya fashion) yang sejatinya mewah namun tidak menonjol atau berlebihan, sehingga berkesan norak. Atau pendeknya, minim logo yang mengidentifikasikan sebuah brand mewah.
“Di Sawdust ini kami ingin menampilkan produk dengan good design dan berkualitas baik, namun bisa didapat dengan harga terjangkau,” tandas Eko.