Menurut The Wealth Report edisi terbaru, Indonesia masuk sebagai salah satu dari 100 negara yang memiliki pertumbuhan positif untuk harga residensial premium. Prime International Residential Index (PIRI 100) 2023 menunjukkan bahwa rumah di Jakarta naik 0,9 persen. Diperkirakan, kondisi ini akan terus berlanjut di tahun ini, demikian disampaikan oleh Knight Frank Indonesia, di Jakarta, (9/3).
Tidak hanya itu, residensial di negeri ini juga menarik bagi warga super kaya dunia sebagai elemen investasinya, karena memiliki harga yang menguntungkan sebagai target investasi prime property. “Menariknya, laporan The Wealth Report ini juga menunjukkan bahwa Indonesia menjadi salah satu dari 10 negara pilihan bagi para UHNWIs di Australia dan Korea Selatan untuk membeli rumah,” papar Syarifah Syaukat, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.
Ultra-high-net-worth individual (UHNWI) adalah individu yang memiliki kekayaan pribadi bersih lebih dari 30 juta dolar AS, termasuk rumah yang ditempatinya. Sementara The PIRI 100 yang di tahun ini sudah di tahun ke-16 adalah indeks yang memantau pergerakan harga rumah mewah di kota-kota besar yang masuk radar pasar residensial dunia, yang antara lain mencakup kota bisnis, kota gerbang dunia dan second-home hotspots, baik di pantai, pedesaan maupun leading luxury ski resorts.
Syarifah menambahkan, “Pertumbuhan harga hunian premium di Indonesia saat pandemi memang sempat terkoreksi, namun di tahun 2022 harga kembali menguat. Hal ini menunjukkan adanya ketertarikan para investor untuk berbelanja di pasar premium residensial Indonesia.”
Pertumbuhan harga residensial premium di Indonesia tercatat lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan di Asia-Pasifik, yang tercatat sebesar 0,4 persen. Di kawasan ini, lima kota teratas adalah Tokyo (22,8%), Mumbai (6,4%), Phuket (6,3%), dan Bangkok (5,8%) serta Gold Coast-Australia (4,1%).
Sementara itu, tiga kota utama lain di Aspas, yakni Hong Kong, Singapura, dan Sydney tetap menjadi kota tujuan investasi utama bagi warga super kaya di dunia. Pada tahun lalu, di tiga kota ini tercatat terjadi transaksi properti ultra-prime—berharga di atas 25 juta dolar AS–yang lebih baik daripada pasar global lainnya. Laporan menyebutkan ada sebanyak 345 transaksi untuk penjualan super-prime property (di atas 10 juta dolar AS) dan 53 transaksi untuk ultra-prime property (di atas 25 juta juta dolar) berlangsung di kota-kota tersebut.
Warga Super Kaya Makin Minat Beli
“Tahun 2023 menjadi tahun titik-balik yang sangat penting bagi sektor properti di kawasan Asia Pasifik di mana tahun ini menjadi tahun perubahan ‘permacrisis’ (menurut kamus Bahasa Inggris Collins, adalah periode ketidak-stabilan dan ketidak-amanan yang berkepanjangan),” kata Christine Li, Head of Research Knight Frank Asia-Pasifik.
Di tahun ini, 45 persen High Net Worth Individuals (HNWIs) di kawasan Aspas diperkirakan akan mengalami peningkatan kekayaan dibanding tahun 2022 yang hanya sebesar 25 persen. Optimisme tersebut, jelas Christine, didorong oleh perbaikan nilai aset, keyakinan akan adanya perubahan nilai, juga harapan akan membaiknya situasi ekonomi di kawasan ini. Pencabutan kebijaksanaan Zero-Covid di Tiongkok juga memperkuat prospek pasar perumahan di Aspas.
“Meskipun ada tekanan inflasi, efek positifnya akan lebih besar akibat pertambahan arus perdagangan dan supply chain yang lebih efisien seiring dengan waktu. Dengan normalisasi arus modal, kami percaya kalau para investor akan mendaur kesempatan di kondisi pasar yang masih lemah sekarang ini,” tandas Christine.
The Wealth Report juga menyatakan kalau pandemi Covid-19, walau mengubah banyak segi kehidupan dunia, namun terutama untuk warga super kaya, mereka justru semakin bernafsu untuk membeli (properti), dan menambah portofolionya. Ini membuat harga residensial premium di kota-kota tertentu naik sangat tinggi, terutama kota-kota yang menawarkan properti dan lingkungan yang mendukung gaya bekerja secara hybrid. Juga ke kota-kota yang bisa dikategorikan sebagai safehaven dan memiliki regulasi yang bisa “menjaga” nilai kekayaan mereka.
Menurut Christine, setiap kawasan memiliki karakter investornya masing-masing, dan regulasi yang terlalu membatasi bisa membuat para investor itu berpikir ulang, walaupun harga properti di kota tersebut masih rendah dan punya potensi untuk tumbuh.