Wabah global covid-19 ini diyakini akan mengubah banyak hal di masa depan. Termasuk dalam pembangunan gedung yang nantinya akan punya standar baru untuk bisa masuk kategori “gedung sehat”, terutama untuk kriteria kesehatan mental. Demikian salah satu hasil diskusi yang diadakan oleh Urban Land Institute (ULI), dengan tajuk “Confronting COVID-19: Healthy Buildings, Optimizing Mental Health.”
Menurut Joseph G. Allen, Assistant Professor at Harvard University’s T.H. Chan School of Public Health, akan ada perubahan besar dalam hal hubungan antara orang dengan lingkungan terbangun, dan pengelolaan gedung. Perubahan itu termasuk dalam hal: poulasi, pertumbuhan kota, sumber-sumber ekonomi kota, cuaca, peran swasta dan hubungan kemitraan dengan pemerintahan, perilaku sehat dan “kesehatan” gedung, tempat kerja, dan teknologi.
“Hasil dari pandemik ini adalah adanya perubahan mendasar dari ekspektasi orang atas kinerja gedung tempatnya beraktivitas dan di sekitarnya,” kata Allen. Dicontohkannya, penularan covid-19 ini dari percikan cairan tubuh penderita (airborne) juga fomite (permukaan yang terkontaminasi), akan berpengaruh pada soal pengawasan kebersihan gedung, terutama yang terkait dengan udara. Seperti penambahan ventilasi udara, perbaikan penyaring dan sirkulasi udara dan tingkat kelembaban yang bisa membantu virus hidup.
Allen menyatakan, akan ada sembilan pokok dasar-dasar gedung yang sehat yang bisa mendorong kinerja kesehatan gedung dan penghuninya. Yaitu ventilasi, kualitas udara, kesehatan suhu, kelembaban, debu dan pests, serta keamanan dan keselamatan. Juga kualitas air, kebisingan, pencahayaan dan pemandangan sekitar.
Nanti, ujarnya, hal-hal tersebut adalah yang akan jadi perhatian para penghuni/penyewa gedung. “Mereka akan tanyakan hal-hal yang belum pernah mereka lakukan, terkait dengan kesehatan gedung,” ungkapnya. Jadi, pengelola gedung harus betul-betul melakukan kontrol terhadap hal-hal tersebut dan akan ada standar baru. Sebab, “Apa yang kita putuskan saat ini menyangkut gedung kita, akan menentukan kesehatan kita sekarang, juga kesehatan generasi mendatang,” tandasnya.
Sementara itu Joanna Frank, PresidentdanChief Executive Officer for the Center for Active Design New York City, menilai bahwa ada hubungan erat antara lingkungan terbangun dan kesehatan mental. “Pandemik ini telah menyebabkan tekanan mental, dan adalah hal penting kita memahami peran gedung dalam memitigasi isu-isu kesehatan jiwa,” katanya. Gedung, menurutnya, sebenarnya adalah juga sebagai penyumbang masalah kesehatan.
Berdasarkan riset yang dilakukan lembaganya, melalui the Fitwel building certification system, ada elemen-elemen di lingkungan terbangun yang berpengaruh terhadap kesehatan, baik umum maupun individu. Desain, misalnya, sebaiknya bisa mengurangi keengganan untuk hadir di gedung tersebut (absenteeism), memberi rasa nyaman, mendukung rasa setara terutama bagi kelompok-kelompok tertentu, mendukung keselamatan penghuni dan meningkatkan aktivitas fisik. Untuk itu, desain gedung yang baik, antara lain adalah punya akses yang baik ke ruang terbuka hijau, punya kualitas udara yang bagus, dan setiap ruang mendapat paparan sinar matahari yang cukup.
Kondisi saat ini, di mana working from home sangat disarankan, menurut Frank, akan punya pengaruh baik pada kebiasaan. Kerja di rumah, membuat orang-orang cenderung tidak bisa duduk berlama-lama. Mereka akan bergerak untuk menghindari kebosanan, juga berinteraksi yang lebih sehat dengan orang-orang di sekitar.
Nah, kebiasaan-kebiasaan itu, nanti akan terbawa saat orang-orang kembali ke tempat kerjanya. Termasuk kebiasaan sehat, seperti mencuci tangan, protokol kebersihan dan ketentuan kualitas udara. Untuk itu, pengelola gedung harus mulai mempersiapkan diri. *AY