Didasarkan pada survei atas 12.000 responden wisatawan dari sembilan negara, Traveloka dan YouGov mengeluarkan laporan berlabel “Travel Redefined: Understanding and Catering to the Diverse Needs of APAC Travelers”, (16/12).
Studi ini menyoroti perubahan kebiasaan dan preferensi perjalanan yang membentuk lansekap pariwisata Asia-Pasifik (APAC). Platform perjalanan ternama di kawasan Asia Tenggara ini menandaskan hasil studi ini ditujukan untuk memberikan wawasan kepada pemangku kepentingan industri ini dan dapat ditindaklanjuti untuk mengantisipasi tren wisatawan pada tahun 2025 dan masa selanjutnya.
“Kawasan APAC penuh dengan peluang, namun keberagamannya menuntut kreativitas dan nuansa. Memahami kebutuhan unik dari pasar yang beragam ini sangat penting bagi penyedia perjalanan yang ingin berkembang dalam lansekap perjalanan yang dinamis ini. Kesuksesan terletak pada merangkai wawasan ini ke dalam strategi inovatif—membawa wisatawan lebih dekat pada pengalaman yang mereka cari,” ucap Caesar Indra, President Traveloka.
Seiring dengan terus berkembangnya lansekap perjalanan di APAC, Traveloka tetap berkomitmen untuk memberdayakan pelaku perjalanan dan mitra bisnisnya. Dengan menawarkan analisis komprehensif mengenai perubahan perilaku, laporan ini membantu para pemangku kepentingan mengungkap peluang dan menavigasi lansekap yang berubah dengan cepat.
“Lebih dari sekadar gambaran tren saat ini, studi ini berfungsi sebagai peta jalan untuk masa depan industri pariwisata di APAC,” tambah Indra, “Dengan memanfaatkan temuan-temuan ini, mitra kami dapat tetap menjadi yang terdepan dan memimpin dengan percaya diri.”
Beberapa hal pokok yang ditemukan dari survei ini, adalah sebagai berikut:
Pelaku perjalanan di APAC Sangat Heterogen
Di Singapura, 38% pelaku perjalananan memprioritaskan hal terkait dengan istirahat dan recharge, dan menyukai tempat di kawasan kota. Sementara itu, 47% pelancong Indonesia tertarik pada hal-hal yang terkait dengan petualangan, dan punya preferensi pada obyek wisata alam, seperti gunung dan taman nasional. Lain lagi di Jepang, mereka lebih tertarik dengan wellness dan kultur, di mana 40% pelancong memilih tempat retret spa dan situs bersejarah.
Wisata domestik mendominasi
Sebanyak 70% pelancong dari Thailand, Indonesia, dan Jepang memilih untuk mengeksplor negerinya sendiri. Di Thailand dan Indonesia, keterjangkaian dan kenyamanan adalah hal utama, sementara 65% pelancong Jepang mengutamakan faktor keamanan sebagai hal yang dipertimbangkan untuk berwisata di dalam negerinya.
Harga menentukan keputusan
Hampir setengah dari responden—seperti Singapura (45%), Australia (48%), Jepang (43%), Malaysia (46%), dan Indonesia (46%) memprioritaskan soal keterjangkauan harga saat memilih fasilitas akomodasi. Dengan insentif yang tepat maka pelancong APAC mau bersedia menjelajahi destinasi baru yang biasanya tidak mereka pilih.
baca juga: Tren Wisata: Periode Berlibur Dalam Negeri Rata-rata 6 Hari
Tumbuhnya platform perjalanan digital
Platform digital semakin berperan penting dalam perencanaan perjalanan di APAC, karena mampu menyederhanakan proses pemesanan akomodasi, transportasi, aktivitas, dan rencana perjalanan. Di pasar seperti Indonesia dan Singapura, 53% responden mengandalkan platform perjalanan digital untuk perjalanan berlibur. Platform seperti Traveloka menjadi terkenal karena mampu memenuhi kebutuhan ini secara efektif.
Selain itu, 83% pengguna platform perjalanan menyatakan keyakinan pada tingnkat sedang hingga tinggi terhadap keamanan dan keandalan platform digital tersebut. Hal ini menggarisbawahi peran penting kepercayaan dalam mendorong adopsi digital.
Wisata ramah linkungan makin berkembang
Isu tentang keberlanjutan makin berpengaruh pada pilihan berwisata di APAC. Perhatian akan hal ini, terutama datang dari pelancong asal India, Thailand, Vietnam, dan Indonesia; 80% responden menyatakan preferensinya pada perjalanan yang ramah lingkungan. Walaupun demikian, hal tersebut masih memiliki hambatan; yang ditunjukkan dari pernyataan 32% responden, kalau opsi “ramah lingkungan” masih sangat mahal, sementara 32% lainnya tidak yakin di mana mencari opsi tersebut.