
Secara umum pasar perkantoran masih bersifat hati-hati, sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang moderat. Selama kondisi ekonomi belum sepenuhnya mendukung iklim investasi, banyak perusahaan memilih untuk menunda pembukaan maupun relokasi kantor mereka di Jakarta. Demikian pandangan Colliers Indonesia atas kondisi pasar perkantoran di Jakarta sepanjang semester satu 2025.
Ferry Salanto, Head of Research Colliers, menyampaikan, “Hingga kuartal kedua 2025, tingkat okupansi gedung di CBD berada di kisaran 75%, sementara yang di luar CBD sebesar 71%, dengan pertumbuhan yang terbatas selama semester pertama 2025.” Kondisi ini mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada efisiensi ruang dan pengendalian biaya operasional.
Banyak sektor masih menunda rencana ekspansi dan penambahan tenaga kerjanya, sambil menunggu situasi yang lebih stabil. Minat ekspansi masih tetap ada, terutama datang dari perusahaan multinasional. Meskipun memang, sebagian besar masih menunggu iklim investasi yang lebih kondusif.
Beberapa sektor tetap aktif meminta ruang antara lain minyak dan gas, jasa keuangan, hukum, dan media. Namun demikian, perusahaan-perusahaan ini cenderung mencari ruang yang lebih kecil dan efisien, sesuai dengan strategi operasional yang telah disesuaikan. Yang menarik, lembaga pemerintah baru juga menunjukkan minat untuk menyewa atau membeli ruang kantor, selepas pembentukan kementerian atau lembaga-lembaga baru. Hal ini turut mendorong kinerja gedung-gedung kelas premium; gedung grade A, tingkat huniannya masih tetap di kisaran 80%.
Jakarta tetap menarik bagi rencana ekspansi bisnis. Perusahaan multinasional terus mengeksplorasi pembukaan kantor untuk mendukung kegiatan operasional lokal dan menjangkau pasar Indonesia. Minat terhadap gedung ramah lingkungan bersertifikasi hijau dengan fasilitas premium terus meningkat, terutama yang berlokasi di kawasan CBD.
baca juga: Konferensi CTBUH 2025 Dorong Inovasi Desain Gedung Pencakar Langit untuk Masa Depan Perkotaan
Sewa Perkantoran Naik Tipis
Seiring dengan hal tersebut, beberapa gedung—khususnya kelas Premium dan Grade A—sudah mulai melakukan penyesuaian sewa ke arah yang lebih tinggi. Tarif sewa rata-rata ruang di CBD saat ini berkisar Rp 225.611/m2/bulan (per kuartal dua 2025), dan ini masih stabil. Sementara yang berlokasi di luar CBD, sebesar Rp 163.421/m2/bulan. Adapun service charges tetap stabil, walaupun ada inflasi dan kenaikan biaya operasional, yakni sebesar Rp 86.203/m2/bulan untuk yang berada di dalam CBD dan sebesar Rp 63.032/m2/bulan pada gedung yang di luar CBD.
Memang situasi masih menguntungkan bagi penyewa, karena posisi tawar tetap kuat di tangan mereka. Sebagai respon, para pemilik properti lebih fokus menyusun strategi untuk meningkatkan tingkat hunian, seperti melalui penawaran harga yang kompetitif dan pemberian insentif guna menarik penyewa baru.
Walaupun pasar masih berpihak kepada penyewa, gedung-gedung ini mulai menunjukkan tanda-tanda awal kenaikan harga sewa akibat keterbatasan ruang yang tersedia. Kenaikan yang dilakukan memang sangat kecil, hanya berkisar 2-3 persen.
Hasil riset Colliers menandai bahwa tidak ada ruang perkantoran baru di CBD sejak 2024, dan hal ini diperkirakan akan terus terjadi hingga tahun 2027. Sampai tengah tahun ini, pasok kumulatif tetap berjumalah 7,41 juta m2 di CBD, dan ada sebanyak 3,98 juta di luar CBD. Dengan jumlah gedung baru yang selesai dibangun masih terbatas, secara tidak langsung membantu mengurangi persaingan di antara pemilik properti.
Karena itu, Colliers menilai pasar masih berprospek. Seperti disampaikan sebelumnya oleh Ferry, ini menandakan pemulihan mulai terlihat. Pemulihan berlangsung secara bertahap, penyerapan ruang kantor diperkirakan akan terus meningkat. Di sisi lain, para penyewa masih memiliki peluang untuk pindah ke gedung yang menawarkan fasilitas lebih baik.












