Salah satu asosiasi yang meramaikan ARCH:ID 2025 adalah ASAKI. Dalam ajang tersebut, ASAKI menggandeng RAD+AR untuk mendesain booth-nya. Biro arsitektur ini menampilkan konsep Material Defines Meaning, yang mengetengahkan kekuatan dari sebuah kesederhanaan. Dengan menggunakan satu material saja, bisa membentuk struktur, menghadirkan suasana dan emosi tertentu. Keterbatasan, jelas RAD+AR, justru memberi inspirasi, kreativitas untuk menciptakan sebuah karya arsitektur.
Booth ini menampilkan sekelumit asosiasi yang beranggotakan produsen-produsen bahan berbahan dasar keramik. Mulai dari pelapis lantai, dinding hingga perangkat makan. ARCH:ID memaparkan, ASAKI dapat mewakili kekuatan Indonesia yang terus berkembang dalam industri keramik global.
Dengan inovasi yang berkelanjutan, memperluas kapasitas produksi, dan komitmen yang kuat terhadap kualitas dan keberlanjutan, para anggota asosiasi telah memberdayakan industri lokal sambil berkontribusi pada pasar internasional. ASAKI mendukung lebih dari 27.000 pekerja di seluruh Indonesia, memperkuat komunitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sayangnya, komitmen para produsen untuk terus meningkatkan produksi terganggu, menyusul adanya kebijakan perpanjangan harga gas bumi tertentu (HGBT) melalui Kepmen ESDM No 76k Tahun 2024 untuk tujuh sektor industri. Akibat kebijakan tersebut, harga gas—salah satu komponen utama produk keramik—mengalami kenaikan, yakni dari AS $6,5 /MMBTU menjadi AS $7 /MMBTU.
baca juga: Pantai Sumba Jadi Inspirasi Produk Baru Niro Granite yang Ramah Lingkungan
Seperti dijelaskan oleh Edy Suyanto, Ketua ASAKI, yang ditemui di acara ARCH:ID 2025, “Besaran Alokasi Gas untuk Industri Tertentu (AGIT) pada bulan April 2025 untuk industri HGBT di Jawa bagian Barat sebesar 65,3% dan Jawa bagian Timur sebesar 48,8% telah menggerus daya saing industri keramik nasional. AGIT ini menyebabkan industri harus berproduksi dengan rata-rata biaya gas lebih dari AS $8/MMBTU, artinya sekitar15% lebih mahal dari kebijakan HGBT.”
Road Map ASAKI
Tentunya hal ini, imbuh Edy, merusak iklim berinvestasi dan kepastian berusaha di Indonesia. “Ini mengganggu road map industri keramik nasional yang telah merencanakan ekspansi kapasitas dari 625 juta m2/tahun di tahun 2025 menjadi 718 juta m2/tahun di akhir tahun 2026 dan meningkat sampai 850 juta m2/tahun di tahun 2030,” paparnya.
Chief Operating Officer PT Arwana Citramulia Tbk ini menerangkan, bahwa tingkat utilisasi industri keramik pada kuartal pertama 2025 telah menunjukkan perbaikan. “Meningkat ke level 75% dibanding rata-rata tahun 2024 yang berada di angka 65%,” ucapnya. Kenaikan tersebut meyakinkan ASAKI untuk memproyeksikan tingkat utilisasi di tahun ini mencapai level 85%. Dengan harapan mendapatkan dukungan Pemerintah yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Bea Masuk Anti Dumping, PMK Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan Kebijakan SNI wajib untuk keramik.
Walau demikian, ASAKI tetap yakin bahwa pasar keramik di negeri ini, pun pasar ekspor tetap potensial. Karena itu, tutup Edy, “Kehadiran pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM sangat dibutuhkan untuk menengahi masalah defisit pasokan gas karena industri tidak mungkin bertumbuh, tanpa kelancaran pasokan gas dan industri tidak mungkin bisa bertahan hidup.”