Baru 37% Gedung Perkantoran di CBD Jakarta Besertifikasi Hijau

Bagikan

cbd

Demikian salah satu hal yang diungkap oleh Knight Frank, tentang pasar perkantoran di CBD Jakarta sepanjang tahun semester pertama 2025. Padahal pasar sangat meminati, permintaan ruang pada gedung yang sudah punya sertifikat hijau tak pernah surut.

Syarifah Syaukat, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, memaparkan bahwa pembangunan berkelanjutan telah menjadi instrumen penting dalam transaksi sewa perkantoran. “Ini dibuktikan dengan tingkat okupansi rata‐rata gedung bersertifikat hijau yang lebih tinggi dibandingkan gedung non‐hijau,” katanya. Saat ini tingkat hunian gedung besertifikasi hijau sebesar 79,4%, sementara rata-rata tingkat hunian gedung perkantoran di CBD Jakarta sebesar 77,2%.

Tren ini juga tercermin dari harga sewa rata‐rata untuk ruang perkantoran ramah lingkungan yang relatif stabil, di kisaran Rp 250-300 ribu per m2 per bulan. Sementara tarif sewa gedung kategori grade A masih di bawah Rp 250 ribu m2 per bulan.

Pasok terbesar gedung perkantoran hijau ini adalah dari kategori premium grade A, yakni sebanyak 88%. Gedung-gedung ini memang jadi bidikan para penyewa yang kebanyakan adalah multinational company (mnc) yang secara global, mensyaratkan sertifikasi hijau untuk ruang yang akan disewanya. Syarifah mengungkapkan, para penyewa kini semakin mempertimbangkan ESG ke dalam strategi real estat mereka. “Perusahaan multinasional terkemuka memimpin dengan net‐zero roadmaps dan perjanjian sewa yang berfokus pada ESG, memperlakukan ESG sebagai pendorong nilai, bukan sekadar persyaratan kepatuhan,” terang Syarifah.

Permintaan Berbasis ESG

Menurut penelitian global Knight Frank (Y)OUR SPACE 2025 yang mengeksplorasi kekuatan yang membentuk ulang cara kerja dan tempat kerja, para penyewa global mengungkapkan bahwa tiga prioritas ESG utama untuk portofolio mereka adalah mengurangi jejak karbon, meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan melalui ruang yang berkelanjutan, dan memperoleh sertifikasi gedung ramah lingkungan.

“Saat mempertimbangkan keputusan pembangunan di masa depan, tiga fitur keberlanjutan teratas yang memengaruhi pilihan adalah sertifikasi gedung ramah lingkungan, fasilitas pengisian daya kendaraan listrik (EV), dan sumber energi terbarukan,” terang Jackie Cheung, Director of ESG at Knight Frank Asia Pacific.

Cheung menyatakan, “Kami melihat occupier properti di berbagai negara mulai menyertakan klausul sewa berbasis ESG saat mengambil keputusan. Untuk pasar Jakarta, perkantoran premium Grade A bersertifikasi hijau berada di posisi yang sangat menguntungkan. Gedung perkantoran ini tidak hanya memenuhi kriteria keberlanjutan, tetapi juga menawarkan ketahanan operasional yang dicari occupier. Oleh karena itu, seiring dengan menguatnya tren ini, para pemilik gedung yang proaktif berinvestasi pada aset yang selaras dengan prinsip ESG akan menjadi yang paling siap untuk menarik dan mempertahankan occupier berkualitas tinggi.”

cbd

Dilihat dari label sertifikasinya, GREENSHIP dari Green Building Council Indonesia (GBCI) adalah sertifikasi keberlanjutan paling banyak dipilih untuk gedung perkantoran di CBD Jakarta (61%). Disusul oleh GreenMark by BCA (Singapura) dan LEED yang dikeluarkan oleh Green Building Council AS. Pengaplikasian standar sertifikasi hijau lebih banyak dipakai dibandingkan dengan WELL dan sertifikasi lain yang berfokus pada kesehatan.

Karena juga mengacu pada ESG, di luar sertifikasi hijau, pasar akan memerlukan strategi yang ditargetkan untuk mengatasi prioritas real estat tertinggi kedua para penyewa, yakni meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan.

baca juga: Arumaya Financial Center, Gedung Hijau Baru di TB Simatupang Siap Operasi 2026

Namun demikian, Knight Frank melihat bahwa pertumbuhan ruang perkantoran gedung bersertifikat hijau di CBD Jakarta cukup progresif selama lima tahun terakhir. Sebab itu, konsultan ini menilai masih ada potensi pertumbuhan signifikan pada pasar perkantoran di Jakarta, sebelum gedung bersertifikat hijau menjadi jenis yang dominan.

Willson Kalip, Country Head of Knight Frank Indonesia, menyatakan, “Pergeseran preferensi occupier terus bergerak ke arah gedung kantor bersertifikat hijau. Tren ini diperkirakan akan terus mewarnai pertumbuhan perkantoran di Jakarta. Secara jangka panjang, tren ini akan memberikan dampak positif terhadap efisiensi penggunaan energi dan air dalam operasional gedung perkantoran.”

Pasok di CBD Tetap

Walau ketidakpastian global masih sangat terasa, namun transaksi sewa ruang gedung perkantoran di CBD Jakarta masih terus bergulir, meski terbatas. Pada semester pertama tahun ini transaksi diwarnai dengan relokasi, bahkan ekspansi dan transaksi baru walau kecil.

Serapan di paruh pertama tahun 2025 lalu tercatat sekitar 63.460 m3. Dengan penyewa aktif berasal dari berbagai sektor, termasuk pertambangan, IT, oil and gas, e‐commerce, konstruksi, energi, dan industri terkait EV.

Riset Knight Frank menunjukkan bahwa dalan satu tahun terakhir, CBD Jakarta tidak mendapatkan pasokan tambahan gedung perkantoran. Setidaknya kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut sampai tahun 2028. Walhasil, tingkat hunian relatif stabil dengan pasok ruang di CBD Jakarta tetap sekitar 7.326.495 m2 dan harga sewa rata‐rata sedikit menurun sekitar 1‐2% (yoy).

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *