Di tengah proses pemindahan Ibukota, dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, arsitek yang tergabung dalam Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta, bertekad membantu memulihkan multikrisis yang dihadapi Kota Jakarta. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Doti Windajani, Ketua IAI Jakarta 2021-2024, dalam acara silaturahmi dengan media, di Jakarta (31/03).
Menurutnya, “Kami, para arsitek Jakarta memiliki tanggungjawab untuk ikut memperbaiki masalah perkotaan di Jakarta.” Selain soal tanggungjawab profesi, IAI Jakarta perlu ikut serta membangun visi baru untuk Jakarta. “Pemindahan Ibukota, sesungguhnya otokritik bagi kita semua, terutama para arsitek. Oleh karenanya, IAI Jakarta akan mendorong para arsitek untuk terlibat dalam visioning Jakarta ke depan,” imbuhnya.
Menyambut gagasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta: “Jakarta sebagai Kota Kolaborasi”, IAI Jakarta mengusung konsep “Tri Lestari” sebagai tawaran kolaborasi. Yakni memperkuat posisi organisasi sebagai mitra, memberdayakan keragaman kompetensi anggotanya dan berkontribusi pada masyarakat dan kota Jakarta. Konsep tersebut akan diterapkan pada sejumlah program yang akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari pemerintah, organisasi keprofesian, organisasi non pemerintah, organisasi internasional, organisasi masyarakat dan masyarakat sendiri.
Selain program peningkatan kompetensi anggota, beberapa program unggulan yang sedang digodok dan akan diluncurkan, antara lain: Kajian Revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Regulasi Tata Bangunan, Jakarta Diffable Act, Jakarta Heritage dan Jakarta Kampung Improvement. Tentu saja, program-program ini melengkapi program reguler lain IAI Jakarta sebagai mitra publik, seperti: sayembara arsitektur, mediasi dan advokasi serta pengkajian arsitektur.
Doti menegaskan, “Lebih jauh dari itu semua, kami sangat berharap Jakarta bisa segera melepaskan diri dari ancaman bencana iklim, bencana ekologi (banjir, air bersih, sampah dan polusi), krisis tempat tinggal yang layak dan krisis sense of belonging dari warganya sendiri. Saya yakin program-program ini akan menempa arsitek Jakarta semakin berpengalaman dalam menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan serta meningkatkan kredibilitasnya di ASEAN, negara-negara ekuator/tropis dan bahkan di dunia.”
Tawaran kolaborasi dari IAI itu selaras dengan hasil diskusi virtual sebelumnya, yang bertema “Menata Jakarta Usai Ditinggal Ibukota”, yakni Jakarta akan tetap ada, tetap tumbuh bahkan berkembang dengan lebih baik. “Kota ini sudah besar, dan sudah punya keistimewaan,” ucap Sylviana Murni, Ketua Komite III DPD RI.. Menurutnya, Jakarta di masa depan akan lebih memiliki daya saing dan berkelanjutan. “Kota ini akan lebih layak huni, berkeadilan, berbudaya dan mengakui keragaman. Sebagai pusat bisnis, kota ini bisa lebih produktif,” katanya lagi, dengan optimistis.
Dadang Solihin dari Lemhannas RI menyatakan bahwa Jakarta siap walaupun tidak lagi berstatus sebagai ibukota negara. Sebab, “Pemprov DKI sudah memiliki Konsep Kota Berketahanan,” ujarnya. Dengan konsep tersebut, imbuhnya, kota ini punya pilar-pilar utama yang dijadikan visi kotanya.