Onduline Green Roof Awards (OGRA) 2023 Asia mencapai puncaknya, dengan mengumumkan lima pemenang utama, yang semuanya diraih oleh arsitek Indonesia. Mereka adalah Tobias Kea Suksmalana dengan karyanya bertajuk The Green Passage (Juara 1), Tidak ada Juara 3, Juara 2 dimenangi oleh dua arsitek, yakni Prayoga Arya dengan karyanya Jaro Ngaso (Juara 2) dan Sahlan dengan karyanya Mahawa-The Breathing House. Adapun Juara 4 dan 5 masing-masing diraih oleh Dwi Nurul Ilmih dengan karya yang diberi label Tropicool Roof dan Partogi dengan karyanya Padi Dhara.
Kelimanya menjadi representasi karya terbaik di antara lebih dari 700 peserta yang berpartisipasi sejak dibukanya pendaftaran pada 4 April 2023 lalu. Kompetisi terbuka untuk arsitek perorangan dan proyek, desainer, pengembang properti dan pelaksana konstruksi yang ingin membuat perubahan besar dan inovatif di dunia arsitektur Asia. Gelaran ini dihelat Onduline berkolaborasi dengan sejumlah asosiasi yaitu Green Building Council Indonesia (GBCI), Philippines Green Building Council, Malaysia Green Building Council dan Indian Green Building Council.
Kompetisi dua tahunan ini sebagai apresiasi produsen penutup atap berbahan bitumen tersebut untuk proyek konstruksi dan desain berkelanjutan (sustainable). Ditujukan untuk mendorong pengembangan properti berkelanjutan, sekaligus memberikan panduan kepada konsumen dalam memilih material ramah alam. Ini adalah sayembara OGRA keenam kalinya sepanjang 10 tahun terakhir dan pada tahun ini pertama kalinya diselenggarakan di tingkat Asia, yang mencakup Indonesia, India, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
baca juga: SIG Raih Peringkat Emas pada Ajang SNI Award 2023
OGRA 2023 mengusung tema “Tropical Passive Roof Design for Low Energy Houses”. Tema ini menjadi keunikan sekaligus tantangan bagi para peserta professional, untuk mengimajinasikan kembali hunian ideal, dengan menempatkan kenyamanan tata cahaya dan udara, serta dekor keseluruhan interior-eksterior, sebagai kesatuan yang padu dalam fungsional sebuah ruang.
“Tahun ini kami mengangkat tema kompetisi cukup sulit dan tidak familiar. Umumnya kompetisi desain dan arsitektur itu fokus pada looks, artistik dan dekorasi, namun pada kompetisi OGRA 2023 ASIA ini ada kriteria nilai tambah, yaitu fungsi. Bagaimana desain bangunan tersebut cocok diaplikasikan untuk daerah tropis, baik yang bisa dihuni atau tidak. Kompetisi ini bukan sekadar sayembara, tetapi berharap ada value dan dampak terhadap hidup manusia karena hampir 80 persen hidup kita berada dalam bangunan,” papar Ketua Sayembara OGRA 2023 ASIA, Reissa Siregar, dalam acara pengumuman pemenang OGRA 2023 ASIA, Tangerang, (29/11).
Minim Jejak Karbon
Penilaian proyek berdasarkan sejumlah kriteria yang dianggap paling mempengaruhi keberlanjutan sebuah bangunan dan kehidupan manusia di dalamnya. Yaitu, perancangan rumah tinggal yang berorientasi passive design dan clean energy, yaitu rancang bangun yang responsif terhadap iklim lokal dan memanfaatkan energi alternatif yang berasal dari energi terbarukan untuk mengurangi beban biaya energi dan dapat mendinginkan bangunan, serta penggunaan material yang bersifat renewable/reuse/ISO 14001 (environmental friendly material).
Karya Tobias dinilai unggul daripada karya peserta lain, karena arsitek lulusan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ini mengombinasikan massa bangunan dan detail arsitektur secara seksama untuk memastikan adanya ventilasi silang di dalam rumah. Sentuhan material kayu bekas pada struktur tiang dan atap rumah tak hanya melugaskan kesan rumah adat masa lampau, namun juga menghadirkan sirkulasi udara yang baik dan menciptakan privasi penghuni.
“Dengan menggunakan material kayu bekas tersebut kita dapat menghemat sekitar 50-70% biaya material kayu. Genteng tanah liat bekas juga bisa dikreasikan sebagai finishing lantai. Selain dari aspek biaya, penggunaan material ini juga merupakan upaya pengurangan emisi karbon,” jelasnya atas karyanya yang berlokasi di Kampung Laweyan, Solo.
Tobias juga mendesain lantai loteng pada area atap sebagai instalasi pengolahan air hujan. Air hujan yang ditampung melalui talang atap akan disaring terlebih dahulu sebelum disimpan dan digunakan. “Air hujan yang telah diolah bisa digunakan untuk berkebun dan memasok air ke kolam ikan. Kelebihan air dialirkan ke sumur resapan dan sistem drainase prancis yang terletak di sekeliling bangunan,” imbuhnya.
Solusi yang Mudah Diterapkan
Tahun ini dewan juri beranggotakan Director Onduline Asia Pacific Olivier Guilluy, Ketua GBCI Iwan Prijanto, Prinsipal Archimetric Architect Ivan Priatman, serta Arsitek dan Perencana Kota asal Filipina Felino ‘Jun’ Palafox Jr.
Menurut Olivier Guilluy, peserta dari Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan mutu dan terbukti bisa menyabet seluruh podium penghargaan kali ini. Hal senada pun dicampaikan Country Director Onduline Indonesia, Esther Pane, “Mereka menawarkan solusi visioner terhadap cara kita membangun.”
Esther menambahkan, “Arsitek dan profesi arsitektur lainnya merupakan bagian penting untuk pertumbuhan bisnis kami. Mereka sangat memahami komitmen kami mengenai bangunan dan material ramah lingkungan yang membawa dampak positif terhadap bumi. Tujuan akhir kompetisi ini bukan award melainkan membangun dunia lebih baik. Maka dari itu, kami memilih karya desain bangunan yang memihak pada alam dan manusia, dengan tetap mempertahankan sisi estetiknya.”
baca juga: Bahan Bangunan Indonesia Diakui Dunia, Raup Transaksi Rp240,6 Miliar di Saudi Build 2023
Iwan Prijanto menyatakan, penilaian karya sangat mempertimbangkan potensi rancang atap yang mudah diterapkan, selain memenuhi kriteria sehat, nyaman, estetik dan ramah lingkungan. Menurutnya, sudah semestinya para arsitek dan desainer Indonesia melahirkan solusi perancangan yang bisa menunjukkan kecerdasan, khususnya dalam menggunakan dan mengelola sumber daya. “Ide yang terlahir dari seluruh peserta OGRA ini diharapkan dapat menjadi pilihan solusi untuk mewujudkan Net Zero Healthy Building yang efektif, sehingga mampu mengurangi laju pertumbuhan emisi karbon ke lingkungan,” pungkasnya.
Hal serupa disampaikan Ivan Priatman bahwa mentransformasi peradaban Indonesia menuju pembangunan yang hemat energi dan berdampak rendah adalah sebuah keniscayaan. Manifestasinya bisa dimulai dari pengendalian diri konsumsi energi dilanjutkan dengan pemanfaatan metode dan teknologi efisensi energi dan memaksimalkan penggunaan renewable energy.
Sementara itu, Felino ‘Jun’ Palafox Jr menandaskan, “Karya yang masuk sangat beragam. Potensinya luar biasa. Artinya lomba desain OGRA ini sudah memberikan ruang bagi karya inovatif dan kreatif profesional arsitek yang konsen dengan bangunan respek terhadap green architecture.