Seiring dengan kecenderungan membaiknya kondisi pandemi di Indonesia, juga global, per tanggal 4 Februari 2022 pemerintah Indonesia mulai membuka kembali penerbangan internasional, dan beberapa rute penerbangan langsung ke Bali telah beroperasi seperti semula. Sejalan dengan dibukanya pariwisata Indonesia untuk wisatawan asing, pemerintah Indonesia juga memperbarui pedoman pelaksanaan perjalanan internasional, terutama yang menggunakan transportasi udara ketika memasuki Bali. Antara lain wajib sertifikat vaksinasi lengkap, kebijakan relaksasi karantina, dan aturan visa on arrival.
Dengan adanya peraturan baru ini, Colliers konsultan properti yang berbasis di Amerika Serikat, melihat bahwa kinerja sektor perhotelan Bali secara keseluruhan menunjukkan perbaikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Colliers Indonesia, tingkat hunian rata-rata hotel di Bali di akhir tahun 2021 sudah mencapai sekitar 40%, sementara Jakarta mencapai sekitar 70%.
Hal senada juga disampaikan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang memproyeksikan bahwa dengan meningkatnya permintaan dan pelonggaran kebijakan karantina di Bali, tingkat hunian hotel dapat tumbuh sebesar 10-20%, terutama dikarenakan kedatangan wisatawan asing, di akhir tahun 2022.
Lebih tingginya tingkat hunian hotel di Jakarta dibandingkan di Bali, karena saat ini kebanyakan kunjungan wisatawan itu lebih yang terkait dengan urusan bisnis. Seperti dipaparkan Satria Wei, Head of Hospitality Services Colliers Indonesia, “Berdasarkan pantauan yang ada, sebagian besar wisatawan asing yang datang ke Indonesia dalam beberapa bulan terakhir masih didominasi oleh para pebisnis atau mereka yang memiliki kepentingan bisnis atau pekerjaan di Jakarta. Sementara untuk wisatawan yang merencanakan liburan atau benar-benar akan bepergian, jumlahnya lebih rendah. Peraturan yang terus berubah sesuai keadaan menjadi salah satu aspek yang sering menjadi pertimbangan wisatawan.”
Pasar domestik memang lebih rentan terhadap isu negatif, tapi titik baliknya lebih cepat dari pasar luar negeri. Meskipun, peningkatan terus terlihat dari pasar luar negeri. Antusiasme wisatawan asing, baik dari Eropa maupun Australia, untuk kembali berkunjung ke Bali, sangat tinggi. Ini bisa dilihat dari permintaan yang masuk pada bulan Agustus, September dan bulan-bulan berikutnya.
Walhasil, perlahan tapi pasti tingkat okupansi hotel-hotel di Pulau Dewata mulai naik, yang sebelumnya hanya di kisaran angka 5%. “Optimisme seperti itu merupakan sinyal yang baik bagi sektor perhotelan di Bali untuk mulai mempersiapkan dan membenahi diri untuk menyongsong okupansi yang meningkat,” ucap Satria.
Pembangunan Kembali Bergiat
Melihat pasar yang sudah mulai bergerak, membuat pemilik akomodasi wisata pun mulai kembali menggerakkan pembangunan proyek-proyek miliknya, baik yang sudah ada maupun yang baru dimulai. Aktivitas ini terlihat nyata di sejumlah daerah-daerah wisata, seperti Canggu, Ubud, Karangasem bahkan Lovina, baik properti jenis villa, homestay, sampai restoran.
Colliers memperkirakan, pengembangan baru akan banyak terjadi di daerah-daerah tersebut. Selain karena harga tanah yang masih relatif terjangkau, juga karena infrastruktur yang semakin membaik. Apalagi, akan dimulainya pembangunan jalan tol Gilimanuk-Mengwi dalam waktu dekat, juga adanya rencana pembangunan bandara baru di Bali Utara.
Situasi pandemi pun telah mengubah orientasi wisatawan dalam memilih fasilitas dan area hiburan, di mana kini mereka lebih meminati yang memiliki atau berada di ruang terbuka. Wajar kiranya, vila terlihat lebih banyak diminati daripada kamar hotel. Properti dengan ruang yang lebih terbuka, ditambah dengan desain interior modern menjadi daya tarik utama. Daerah-daerah yang relatif masih sepi, dimungkinkan akan berpotensi dan memiliki pasar tersendiri.
Oleh sebab itu, Colliers menyarankan para pemain di industri perhotelan harus segera mengubah strateginya, atau melakukan re-branding, sehingga tidak kalah dengan yang baru. Terutama tuntutan pasar terkini, baik wisatawan asing maupun domestik. Agak berbeda dengan wisatawan asing, permintaan wisatawan domestik cenderung lebih mengarah kepada kualitas layanan, memiliki ekspektasi yang lebih besar untuk fasilitas yang bervariasi, lebih berorientasi pada keluarga, serta cenderung lebih menyukai pengalaman atau produk yang unik daripada wisatawan asing.