Suku Bunga Acuan Kredit Capai Rekor Terendah

Bagikan

Kamis 18/2, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar Rupiah yang terjaga, serta sebagai langkah lanjutan untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional. Demikian seperti tertulis pada rilis Bank Indonesia (BI).

Bunga acuan senilai 3,5% itu adalah yang terendah semenjak BI7DRR ditetapkan oleh BI sebagai acuan pada April 2016. Pada lima tahun yang lalu bunga acuan di posisi 5,5% dan sepanjang tahun 2020, BI sudah menurunkan lima kali, hingga terakhir di posisi 3,75%.

Seperti diketahui BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi acuan suku bunga pinjaman/kredit perbankan, termasuk KPR.  BI berharap, kebijakan baru ini bisa semakin mendorong perbankan untuk menurunkan kembali suku bunga kredit/pinjamannya,  di mana kemudian akan mendorong kredit/pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional.

BI menilai, walaupun pihaknya secara konsisten terus menurunkan BI 7DRR, tapi perbankan masih lambat menurukan  suku bunga dasar kreditnya (SBDK).  Penurunan suku bunga kredit masih cenderung terbatas, yaitu hanya sebesar 83 bps ke level 9,70% selama tahun 2020. Pada periode tersebut, SBDK perbankan baru turun sebesar 75 bps menjadi 10,11%.  Hal ini menyebabkan tingginya spread SBDK dengan suku bunga BI7DRR dan deposito 1 bulan masing-masing sebesar 6,36% dan 5,84%.

Dari sisi kelompok bank, SBDK tertinggi tercatat pada bank-bank BUMN sebesar 10,79% diikuti oleh BPD 9,80%, BUSN 9,67% dan KCBA 6,17%. Dari sisi jenis kredit, SBDK kredit mikro 13,75%, kredit konsumsi non-KPR 10,85%, kredit konsumsi KPR 9,70%, kredit ritel 9,68%, dan kredit korporasi tercatat 9,18%.

LTV 100%

Bersamaan dengan kebijakan soal suku bunga tersebut, BI juga membuat kebijakan baru atas rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti. Yakni menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan), bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu. Artinya, bank (yang memenuhi syarat rasio NPL/NPF) diperkenankan membiayai seluruh pembelian properti, tanpa batasan jenis dan harganya. Artinya juga, pembeli tidak harus repot membayar uang muka pembelian, karena semua bisa ditanggung oleh bank.

Tidak hanya konsumen, pengembang juga akan terbantu. Karena  BI juga mengubah ketentuan KPR Inden, dengan menghapus ketentuan mengenai kewajiban pencairan bertahap untuk pemilikan properti yang belum tersedia (indent) secara utuh dan besaran maksimum dalam pencairan bertahap KP atau PP. Dengan kata lain tidak ada lagi syarat maksimal pencairan pinjaman seperti sebelumnya yang ditentukan berdasarkan kemajuan penyelesaian pembangunan.

Ketentuan ini berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021, dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti.

Artikel Terkait

Leave a Comment