Dampak pandemi Covid-19 ini menyebabkan penurunan secara signifikan omzet dan volume penjualan atau serapan pasar atas produk properti. Akibatnya, kemampuan pengembang membayar kepada bank atas kewajiban utangnya pun ikut merosot. Karena itu, Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta, Arvin F Iskandar meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan stimulus untuk pengembang.
“Saat ini kondisi kami makin lemah, lantaran penurunan aktivitas ekonomi. Tingkat penjualan drop, sementara biaya yang harus dikeluarkan tetap,” ujar Arvin. Menurutnya jika hal ini dibiarkan, dikhawatirkan akan terjadi peningkatan kredit macet atau non-performing loan (NPL) perbankan.
”Beri kami ruang gerak dulu, sambil menunggu virus ini reda. Kami berharap semua kebijakan stimulus dapat segera dijalankan dan dipatuhi oleh OJK. Perbankan merestrukturisasi corporate debt dan UMKM. Lalu, KPR/KPA harus segera direstrukturisasi baik untuk swasta maupun perorangan,” pintanya.
Atas nama pengembang, pihaknya memohon OJK dan perbankan tetap memproses ajuan KPR/KPA baru dengan memberikan beberapa kemudahan, sehingga akad kredit bisa lebih cepat. Kemudahan yang diharapkan adalah diskon biaya administrasi dan asuransi untuk KPR/KPA baru. Sedangkan untuk KPR/KPA yang sudah berjalan, diberikan relaksasi berupa penurunan suku bunga sampai dengan 5% dan penundaan pembayaran pokok cicilan sampai dengan 12 bulan. “Kemudian, ada subsidi bunga dan subsidi bantuan uang muka untuk mereka yang penghasilan rendah,” imbuhnya.
Untuk pinjaman korporasi dan UMKM, pihaknya meminta OJK dan perbankan untuk menurunkan suku bunga berkisar 5-7%. Juga penundaan pembayaran angsuran pokok hingga 12 bulan. “Sinking fund pun dihilangkan atau tidak di-block, sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk keperluan operasional lainnya,” kata Arvin.
Kepada bank-bank BUMN dan swasta, diminta menjadwal ulang utang para pengembang properti. Hal itu dinilai dapat membantu cash flow investasi jangka panjang para pengembang. Arvin pun berharap calon nasabah KPR/KPR juga bisa dibuka untuk karyawan kontrak, yang selama ini sangat dibatasi.
Stimulus Rp 1,5 triliun
Mengenai stimulus untuk para pengembang ini, sejatinya pemerintah sudah menyiapkan. Seperti yang pernah dipaparkan oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, pada Maret 2020. “Sudah disepakati dalam ratas kemarin, dalam rangka pandemi ini ada stimulus untuk sektor perumahan sebesar Rp 1,5 triliun,” ungkap Basuki di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (25/3).
Bentuknya, Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebesar Rp 800 miliar dan sisanya untuk Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Saat itu Basuki menyatakan bawa target penambahan subsidi tersebut dapat diimplementasikan bulan April 2020. Penambahan subsidi untuk pembelian rumah rakyat ini di luar kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang sudah ada sebelumnya.