BISNIS HOTEL – Tidak hanya bisnis perhotelan yang terdampak wabah Covid-19, dari catattan PHRI per 1-14 Maret 2020, revenue bisnis food and beverage (F&B) pun anjlok -25% hingga -50%. Menurut Ketua Umum PHRI, Haryadi Soekamdani, pada bulan Maret 2020 terjadi penurunan omset penjualan F&B sebesar 25-50% dari kondisi penjualan saat normal. Sementara itu, disisi lain, terjadi peningkatan harga bahan baku yang tinggi seperti onion, bawang putih dan gula akibat menyusutnya stok karena semakin sulitnya proses impor. “Sama dengan sektor hotel, sektor restoran juga mengalami kesulitan cash flow,” tegasnya.
Menurut Haryadi, saat ini industri F&B sangat kesulitan dengan beban biaya tenaga kerja, biaya utilitas seperti listrik, air, dll. Beban pajak dan retribusi daerah ditambah beban pokok hutang dan biaya bunga untuk membayar pinjaman dari fasilitas kredit. “Semua kebijakan stimulus sektor pariwisata perlu dikaji ulang saat ini,” katanya.
Pemberian stimulus sektor pariwisata yang telah diputuskan terhadap Hotel dan Restoran pada waktu yang lalu, dinilai sudah tidak tepat pada situasi dan kondisi saat ini. “Pelaku usaha pariwisata khususnya Hotel dan Restoran tidak akan menerima manfaat langsung terhadap stimulus tersebut, namun yang menerima manfaat adalah Pemerintah Daerah (Pemda) di 36 Kabupaten/Kota yang berada di 10 Destinasi Pariwisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah saja,” jelas Haryadi Soekamdani yang juga Ketua Appindo ini.
Dengan adanya pembatasan kegiatan dari berbagai korporasi dan ketakutan masyarakat untuk bepergian karena masih merebaknya COVID-19, maka kegiatan pariwisata baik pergerakan wisatawan nusantara (bisnis dan leisure) dan kunjungan wisatawan mancanegara (bisnis dan leisure), pada sektor bisnis pariwisata khususnya Hotel dan Restoran serta usaha pariwisata lainnya, pada umumnya mengalami penurunan Tingkat Hunian Kamar (Occupancy) dan/atau penurunan tingkat kunjungan konsumen yang cukup drastis.
Terkait dengan itu, PHRI meminta kepada Pemerintah untuk melakukan sejumlah relaksasi seperti: Relaksasi PPh Pasal 21, untuk membantu likuiditas pekerja. Lau relaksasi PPh Pasal 25, untuk memberi ruang likuiditas bagi usaha pariwisata khususnya usaha Hotel dan Restoran. Menangguhkan atau cuti dalam melakukan pembayaran kewajiban perbankan baik bunga maupun pokok pinjaman atas fasilitas kredit yang diterima oleh pelaku usaha pariwisata khususnya Hotel dan Restoran (baik korporasi maupun perorangan). Kemudian membebaskan pembayaran iuran BPJS Kesehatan, untuk membantu likuiditas pekerja dan perusahaan. Terakhir membebaskan iuran BPJS Ketenagakerjaan, untuk membantu likuiditas pekerja dan perusahaan.
Pengurus PHRI juga berharap kepada Pemerintah, khususnya kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar dapat mengalokasikan dana promosi pariwisata dan lain-lainnya yang ada pada anggaran program kerja di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2020 dan bersifat tidak urgent dalam situasi seperti ini untuk fokus dalam membantu usaha Hotel dan Restoran serta usaha pariwisata lainnya di seluruh wilayah di Indonesia yang membutuhkan. “Sebagai contoh adalah sebagai berikut, memberikan disinfektan gratis kepada seluruh tempat usaha pariwisata, khususnya Hotel dan Restoran. Memberikan bantuan alat pengukur suhu tubuh pada Hotel dan Restoran. Serta hal lain yang dirasa dapat dijadikan program untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan membantu usaha pariwisata di seluruh wilayah di Indonesia dalam situasi wabah COVID-19 saat ini,” tutur Haryadi.
Melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, PHRI juga berharap, agar pemerintah bisa menjaga agar tidak terjadi kenaikan harga bahan pokok dan kelangkaan stok di pasaran untuk seluruh wilayah di Indonesia. Menghimbau dan/atau bahkan memerintahkan kepada seluruh Pemerintah Daerah baik Gubernur maupun Bupati dan Walikota di seluruh wilayah di Indonesia bukan hanya di 36 Kabupaten/Kota yang ada di 10 Destinasi Pariwisata agar tidak menjadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai instrumen target capaian tahun berjalan dalam situasi wabah COVID-19 sedang berlangsung, “Namun fokus untuk membuat program guna meringankan beban pelaku usaha Hotel dan Restoran serta usaha pariwisata lainnya sehingga tidak menimbulkan masalah lain yang berdampak buruk, baik terhadap usaha maupun karyawan dalam situasi saat ini,” sambung Haryadi lagi.
Mewakili para pengusaha hotel dan restoran, Haryadi mengusulkan sejumlah relaksasi yang dilakukan Pemda sampai wabah Covid-19 mereda seperti: Membebaskan pajak Hotel dan Restoran untuk sementara waktu. Membebaskan pajak Hiburan untuk sementara waktu. Penundaan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) jika, wabah COVID-19 pada bulan pembayaran kewajiban masih berlangsung. Membebaskan Pajak Air Bawah Tanah. Membebaskan dan/atau memberikan diskon terhadap Retribusi Sampah. “Serta hal ini yang dianggap dapat meringankan beban pelaku usaha di seluruh wilayah di Indonesia selama situasi wabah COVID-19 berlangsung,” tegas Haryadi.