KOLOM – Kegiatan Event Organizing dan Experential Learning , Adventure atau event-event lainnya baik lokal maupun nasional , ikut menerima dampak yang sangat besar akibat merebaknya Corona Virus Disease 19 (Covid-19). Tingkat penularan yang sangat cepat, risiko kematian bagi orang dengan daya tahan tubuh lemah hingga anti-virus yang belum ditemukan membuat Perusahaan-perusahaan EO ,EL dll cenderung mengalami resiko secara hokum.
Dalam aktivitas bisnis, kegagalan memenuhi perjanjian alias wanprestasi seringkali dapat dibenarkan oleh hukum apabila orang yang tak memenuhi prestasi dapat membuktikan ada halangan yang tak dapat dihindari. Bencana alam, misalnya. Terkait dengan wabah Covid-19, apakah secara hukum pandemik global ini dapat dijadikan alasan sebagai force majeur untuk tidak menjalankan perjanjian? Apakah harus ada penetapan bencana nasional agar kejadian Covid-19 dapat disebut force majeur atau kahar?
Force majeur merupakan suatu halangan dimana salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan untuk menghindari halangan itu walaupun sudah melakukan upaya terbaik. Selanjutnya yang mendukung terjadinya force majeur, pihak tersebut tidak pernah bisa memprediksi kapan terjadinya halangan, serta ia tidak memiliki andil atas terjadinya halangan itu. Kebijakan lockdown atau social distancing dari Pemerintah membuat Perusahaan EL,EO dll terganggu.
Diperkirakan banyak perusahaan atau orang yang tidak dapat menepati janjinya. Dengan kata lain, kemungkinan besar banyak kontrak, perjanjian, transaksi bisnis atau kegiatan yang tertunda atau batal akibat penyebaran wabah Covid-19. Apakah Pandemi Covid-19 termasuk force majeure? Karena Pandemi ini termasuk salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan untuk menghindari halangan itu walaupun sudah melakukan upaya terbaik, tidak pernah bisa memprediksi kapan terjadinya halangan, serta ia tidak memiliki andil atas terjadinya halangan itu, maka Pandemik itu termasuk Force majeure.
Selanjutnya dapat kita lihat juga dari :Apabila Pandemi tersebut tidak disebut dalam katagori force majeur dalam perjanjian bisnisnya, maka demi hukum Covid-19 termasuk dalam force majeure, kecuali dalam perjanjian ditentukan sebaliknya. Dasar hukumnya jelas terlihat dalam Pasal 1245 KUHPerdata. Pasal ini menyebutkan: “Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa [overmacht] atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya”.
Bagaimana mengatasi masalah kerugian pihak yang dirugikan karena adanya force majeure ini? Dalam hal penundaan atau pembatalan event. Apakah pemberi kerja atau penerima kerja ? Untuk menyelesaikan ini bisanya di dalam kontrak langkah penyelesaiannya dilakukan dengan cara musyawarah. Apabila belum diatur secara khusus siapa yang akan menanggung resiko kerugian dengan adanya Pandemi ini, maka fifty-fifty pembagian resikonya lebih ideal, kecuali didalam perjanjian sudah diatur siapa yang bertanggung jawab / tanggung resiko apabila ada force majeur atau pandemic COVID-19 ini. Semoga bisnis anggota AELI, IVENDO dll tidak terganggu dengan adanya COVID-19 ini, serta selalu dalam Lindungan Tuhan YME.
Penulis :
EDWAN HAMIDY DAULAY (EHD)
Advokat Specialist Hubungan Industrial & PSDM