Siapa yang kuat, itulah yang bertahan. Pun di masa pandemi ini, ketangguhan setiap subsektor properti sangat diuji, dan menurut Jones Lang LaSalle (JLL), ada tiga subsektor yang cukup tangguh di masa pandemi ini, yakni: pergudangan logistik, pusat data, dan rumah tapak.
“Pandemi merupakan periode yang menantang bagi sebagian besar pasar properti di Jabodetabek. Namun demikian, beberapa sektor terbukti tangguh di tengah pandemi khususnya pergudangan logistik, pusat data atau data centre, dan rumah tapak. Ketiga sektor ini berpotensi untuk terus menjadi daya tarik bagi investor lokal dan asing,” ucap James Allan, Country Head JLL. Demikian dinyatakan pada pemaparan secara virtual Jakarta Property Market Update Q4-2021, pada 26/1.
JLL menilai, program pemerintah seperti insentif PPN dan relaksasi LTV, disertai dengan berbagai promosi dan penawaran cara pembayaran yang fleksibel dari pengembang, mendorong tingginya penjualan rumah tapak. “Minat pasar terhadap rumah tapak terbukti masih cukup tinggi, terlihat dari respon positif pasar terhadap produk-produk baru yang diluncurkan oleh pengembang. Beberapa kawasan perumahan yang sebelumnya tidak aktif pun ikut berkontribusi dalam memasarkan produk-produk mereka. Kawasan perumahan dengan fasilitas lengkap dan sudah berkembang menjadi daya tarik pembeli,” terang Vivin Harsanto, Head of Advisory JLL.
Menilai bahwa program stimuli dari pemerintah itu cukup efektif, diharapkan program tersebut bisa berlanjut, sehingga sentimen positif di sektor perumahan dapat terus meningkat.
Sales Rate Naik
Ketangguhan subsektor perumahan tapak itu, bisa dilihat dari naiknya tingkat penjualan secara kumulatif sepanjang 2021, dibandingkan dengan kondisi tahun 2020, ketika pandemi baru menghantam. Seperti disampaikan oleh Yunus Karim, Head of Research JLL, sales rate rumah tapak di area Jabodetabek pada akhir 2021 sebesar 89 persen, sementara pada tahun 2020 berada di posisi 72 persen. Pencapaian sales rate pada 2021 lalu itu bahkan lebih baik daripada kondisi sebelum pandemi, di tahun 2019 misalnya, yang berada di tingkat 78 persen.
Selama semester kedua 2021, JLL mencatat ada tambahan pasok sebanyak ± 6,800 m2, memang lebih sedikit daripada kondisi semester awal, yang mencapai hingga 7.800 m2. Walau terjadi peningkatan penjualan, namun hingga akhir 2021 masih ada sebanyak 41.400 unit rumah yang belum terserap pasar. Bertambah sekitar 3.700 unit dibandingkan dengan kondisi akhir semster pertama 2021.
Sepanjang tahun lalu, kita juga melihat ada tiga pengembangan permukiman skala kota yang dilansir ke pasar, yaitu Paramount Petals, Bitung-Tangerang (Paramount Land, 300 ha) dan Shila at Sawangan – Bogor (PT Diamond Development Indonesia, 102 ha), lalu Grand Duta City, Parung – Bogor (Duta Putra Land, 200 ha). Memulai pengembangan rumah berharga di kisaran Rp 600-an juta – 1,4 miliar, semuanya mengaku penawaran produk mereka laris diserap pasar.
Logistik Makin Ekspansif
Seperti disebutkan di atas, pergudangan-logistik termasuk salah satu subsektor yang bisa bertahan di masa pandemi ini. Hal ini karena, penyedia jasa logistik yang terus berekspansi. “Mereka mendominasi permintaan, membuat membuat tingkat hunian ruang gudang modern di Jabodetabek meningkat ke angka 94 persen,” terang Farazia Basarah, Head of Logistics and Industrial JLL.
Farazia mengungkapkan bahwa tumbuhnya perusahaan e-commerce menjadi penyewa utama ruang pergudangan modern di Jabodetabek. Mereka, bekerja sama dengan penyedia jasa logistik, dan sangat berkontribusi dalam penggunaan gudang sebagai pusat distribusi dan ruang transit. Karena permintaan yang tinggi, sementara pasok terbatas, penyewa dengan cepat mengisi ruang begitu pembangunan pergudangan rampung. Jadi tidak heran kalau tingkat pengisian terus meningkat, di mana pada tengah tahun 2021, masih di kisara 91 persen.
Yunus menerangkan dengan tingkat sewa berkisar Rp 63-90 ribu per m2/bulan, penyewa kebanyakan mencari di lokasi-lokasi yang tidak jauh dari pusat kota, dengan alasan kemudahan aksesibilitas dan kenyamanan. Saat ini pasok terbanyak berada di daerah Cikarang-Bekaso (44 persen), lalu Bekasi (21 persen) juga Jakarta (15 persen), sementara yang paling sedikit di Tangerang (5 persen).
Kondominium Terendah
Kebalikan dengan dua subsektor di atas, menurut JLL, subsektor kondominium saat ini berada di titik terendah. “Secara umum, penjualan kondominium masih terpantau lemah di sepanjang tahun 2021, terutama untuk proyek kelas atas. Kondisi pasar yang belum pulih juga ditandai dengan minimnya pasokan kondominium baru yang diluncurkan pada tahun ini. Pengembang masih fokus terhadap aktivitas penjualan proyek eksisting dengan melanjutkan kegiatan promosi untuk menarik konsumen,” papar Yunus.
Beberapa kriteria atas kondominium yang diminati konsumen adalah harga yang terjangkau dan pola pembayaran yang fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kemampuannya, lalu kedekatannya dengan transportasi publik. Jll juga mencatat kalau konsumen lebih menyukai kondosminium yang menjadi bagian pengembanan proyek multifungsi, dengan harapan semua kebutuhan dapat terlayani dengan lebih mudah.
Karena tidak ada pasok baru, sementara permintaan juga masih lemah, membuat tingkat penjualan masih di kisaran 62 persen, dan untuk produk baru hanya berkisar 39 persen. Menyisakan sekitar 34.000 unit di pasar yang masih dalam tahap penyelesaian, dan total pasok berjumlah 172.000 unit. Adapun harga, relatif tidak berubah dari tahun 2020, di mana untuk kelas terbawah di kisaran Rp 20 juta per m2 dan untuk kelas mewah di kisaran Rp 60 juta per m2.