Saat ini telah terjadi pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha sektor ritel agar tetap bertahan dalam menjalankan bisnis.
Berdasarkan data Bank Indonesia, penjualan produk niaga pascapandemi sudah mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2024 yang diperkirakan mencapai 212 atau tumbuh 4,3% (year-on-year).
“Meningkatnya penjualan eceran didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta subkelompok sandang. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juli 2024 tercatat senilai 123,4. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan pada tahun lalu sebesar 123,5. Meski demikian, angka tersebut masih berada dalam posisi optimistis terhadap kondisi ekonomi ke depan. Dengan melihat potensi konsumsi masyarakat yang masih tinggi dan tingkat penjualan ritel yang masih prospektif, perlu upaya mendorong sektor ritel modern,” terang Kasan, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) dalam sambutannya pada pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #15, Jakarta (14/8).
Mengusung tema “Transformasi Ritel Modern di Era Digitalisasi: Peluang dan Tantangan”, hadir sebagai narasumber adalah Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pande Nyoman Laksmi Kusumawati, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey, dan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad.
“Kementerian Perdagangan mendorong transformasi ritel modern di era digital dalam memanfaatkan semua sarana pemasaran, termasuk niaga-el (e-commerce). Pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para pelaku usaha sektor niaga,” ujar Kasan.
Kasan mengungkapkan, digitalisasi menjadi keharusan pada era baru pascapandemi di dalam tatanan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Berbagai sektor perdagangan harus terus beradaptasi dan berinovasi untuk memanfaatkan situasi saat ini, termasuk ritel modern.
Pande Nyoman Laksmi Kusumawati mengutarakan, niaga-el diproyeksikan menjadi saluran ritel dengan pertumbuhan tercepat. Niaga-el diproyeksikan mampu memberikan kontribusi sebesar 24% pada penjualan ritel di tahun 2027. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada 2023 yang nilai kontribusinya mencapai 21%.
“Ritel dengan sarana pemasaran niaga-el juga diproyeksikan menunjukkan peningkatan penjualan yang kuat yaitu mencapai AS $ 1,4 triliun pada 2022—2027. Potensi ini diperkirakan datang dari pasar negara berkembang senilai lebih dari 64%. Selain itu, dompet-el terus menjadi pilihan pembayaran. Penggunaan dompet-el diperkirakan akan meningkat dari 49% pada 2022 menjadi 54% pada 2026,” ungkap Laksmi.
baca juga: One Global Capital Akuisisi Pusat Belanja di Sydney Senilai Rp 215 Miliar
Transformasi Toko Ritel
Laksmi menambahkan, saat ini pelaku usaha sektor niaga semakin banyak yang berinvestasi dalam mengembangkan strategi omnichannel guna mendorong terciptanya ekosistem perdagangan digital. Omnichannel adalah strategi yang memadukan penjualan luring dan daring. Menurut Laksmi, negara-negara di Asia Pasifik diperkirakan akan memimpin perdagangan digital dengan pertumbuhan pesat, yakni Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan India.
Roy Nicholas Mandey menerangkan, dikotomi antara toko luring dan toko daring seharusnya sudah tidak lagi ada di era digital saat ini. Hal ini karena sudah banyaknya transformasi yang dilakukan dari toko luring menjadi toko daring dan sebaliknya. Menurut Roy, transformasi mampu memberikan kemudahan kepada konsumen dalam berbelanja. Hal ini mendorong usaha tersebut untuk mengikuti tren berbelanja yang ada saat ini.
“Toko ritel harus mengikuti tren berbelanja saat ini atau akan menjadi punah. Aprindo sebagai asosiasi dan korporasi ritel tentunya memiliki keberpihakan kepada pelaku usaha sektor ini, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berkembang dan naik kelas di era digital, baik pada level nasional maupun global,” imbuh Roy.
Ekonom Senior INDEF Tauhid Ahmad menyatakan, transformasi digital memiliki manfaat bagi bisnis retail yang meliputi peningkatan loyalitas pelanggan, memberikan informasi pasar yang bermanfaat, dan menerapkan kampanye pemasaran yang efisien. Selain itu, transformasi digital juga dapat meningkatkan layanan kepada pelanggan dan manajemen inventaris yang lebih mudah.
“Digitalisasi merupakan suatu keniscayaan dan menuntut adanya inovasi, serta perubahan sistem bisnis model ritel. Meski demikian, diperlukan kebijakan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan penguatan kapasitas pelaku usaha sektor ini, khususnya bagi UMKM dalam mengakselerasi dunia teknologi yang cepat,” ujar Tauhid.
Kegiatan GTT menjadi salah satu kolaborasi bersama antara pemangku kebijakan dengan kalangan akademisi serta pemangku kepentingan lainnya. Kolaborasi ini diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi berbagai tantangan, isu, dan fenomena baru dalam dinamika perdagangan baik domestik maupun internasional saat ini.