Masjid kebanggaan warga Sumatera Barat yang berlokasi di tengah Kota Padang baru saja mendapat penghargaan berskala internasional, yakni dari The 3rd Cycle of Abdullatif Al Fozan Award For Mosque Architecture.
Masjid Raya Sumatera Barat, demikian namanya, dirancang oleh tim arsitek Rizal Muslimin, Urbane Indonesia dan Penta Rekayasa. Rizal Muslimin adalah penerima beasiswa Fulbright Presidential Ph.D jurusan Architecture di Massachusetts Institute of Technology, sementara salah satu pendiri Urbane Indonesia adalah Ridwan Kamil, arsitek yang sekarang menjadi Gubernur Jawa Barat.
Masjid ini berhasil bersaing dengan 201 masjid dari 43 negara yang kemudian dieliminasi menjadi27 nominator. Rumah ibadah tersebut menjadi juara bersama enam masjid lainnya dari berbagai penjuru dunia, yakni Masjid Raya King Abdullah Financial District (Omrania Associates – Saudi Arabia), Masjid Amir Shakib Arslan (LEFT Architects – Lebanon), Masjid Sancaklar (Emre Arolat Architects – Turki), Masjid Basona (Dar Arafah Architects – Mesir), dan Masjid Merah (Kashif Mahboub – Bangladesh). Berikutnya, Masjid Raya Djenne (Mali) yang mendapat penghargaan khusus sebagai apresiasi atas upaya warga lokal untuk menjaga keberadaan masjid ini.
Penentuan pemenang didasarkan pada penilaian dewan juri yang beranggotakan empat orang dari latar belakang profesi berbeda, yaitu arsitek, antropolog, seniman dan kritikus seni. Penghargaan ini mencakup 4 kategori: masjid sentral/raya, masjid tempat salat Jumat, masjid lingkungan, dan masjid komunitas, yang diberikan kepada masyarakat lokal sebagai apresiasi atas upaya mereka dalam merawat masjid.
Menurut organisasi penyelenggara, yang disampaikan oleh Mashary Al Naim, sekretaris jenderal organisasi, penghargaan ini adalah platform dasar yang berkontribusi untuk pengembangan pengetahuan arsitektur masjid dan membangun pengetahuan global, tentang tipologi dan seni terkait dengan masjid. “Penghargaan ini bertujuan untuk mengarahkan perhatian pada rumah-rumah Allah, tentang keindahan dan kemegahannya, dan berupaya mengembalikan peran masjid yang beradab sebagai pusat kreativitas dan pencerahan,” tandasnya.
Pangeran Saudi Arabia, Sultan bin Salman bin AbdulAziz, dalam sambutannya menekankan pentingnya merawat kesucian dan masjid sebagai rumah ibadah umat Muslim. Masjid, ucapnya, memiliki peran besar baik dalam segi kemasyarakatan pun budaya perkotaan. “Masjid punya peran penting di masa depan dari segi arsitektur, konstruksi dan lingkungan masyarakat lokal. Peran ini tidak terbatas pada aspek teknis dan modernisasi perkotaan, tetapi juga terkait dengan aspek transformasi masyarakat dan visi masa depan, karena masjid merupakan wadah budaya utama masyarakat,” paparnya.
Rumah Gadang
Masjid Raya Sumatera Barat dibangun setinggi tiga lantai di atas lahan seluas 40 ribu m2. Lantai pertama digunakan sebagai area fasilitas, tempat wudu dan area tambahan jika pada lantai utama para jemaah sudah penuh. Adapun ruang utamanya sebagai area shalat berjamaah berada di lantai dua, sementara lantai tiga juga sebagai area tambahan.
Berlokasi di daerah rawan gempa, masjid raya ini sudah dirancang khusus untuk tahan terhadap gempa bumi hingga 10 magnitudo. Dan lokasinya yang berada di tepi jalan utama, masjid ini bisa digunakan untuk lokasi evakuasi, jika sewaktu-sewaktu terjadi bencana.
Masjid ini tidak berkubah, Rizal, arsiteknya mendesain dengan sarat sentuhan arsitektural Sumatera Barat. Berbentuk persegi empat, setiap ujung atap pada semua sisinya dibuat meruncing ke atas, serupa bentuk atap bergonjong pada rumah gadang, rumah adat Minangkabau. Kabarnya fasade lebar tersebut juga terinpirasi dari bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad, saat empat kabilah Quraisy berselisih siapa yang berhak memindahkan batu hitam tersebut. Bentang besar pada fasade masjid berhias ornamen khas yang biasa ditemui di rumah gadang.
Jika sisi luarnya lebih mengarah ke bentuk persegi, tidak demikian pada langit-langit di sisi dalamnya. Langit-langit ruang utamanya dibentuk serupa bagian kubah tinggi dan besar, memberi nuansa megah. Pada bagian mihrab, langit-langitnya berhias 99 Asmaul Husna berwarna keemasan yang disusun dalam pola jajaran genjang. Secara sepintas mengarah ke bagian mihrab, langit-langit tersebut serupa kepak sayap burung besar yang menaungi siapapun di bawahnya. Adapun lantainya berlapis karpet warna merah yang disebut-sebut sebagai hadiah dari pemerintah Turki.
Kala siang hari, area dalam masjid masih cukup terang walau lampu tidak dinyalakan, sebagai hasil lubang-lubang cahaya dan udara dari bagian fasade dan langit-langit. Sementara penerangannya dibuat dalam pola melingkar, dengan lampu-lampu yang bergantung.