Keramik Lokal Tidak Kalah Dengan Keramik Impor

Bagikan

“Kita harus bangga bahwa keramik produksi dalam negeri memiliki keunggulan dari segi kualitas, tipe, desain, atau motif, jaminan ketersediaan dan after sales service, serta memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri  (TKDN) rata-rata di atas 85 persen.” Demikian kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, selepas prosesi penandatanganan Nota Kesepahaman Kerjasama antara Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) dan Realestat Indonesia (REI) di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, (17/6).

Bahkan, khusus untuk produk ubin atau porcelain slab ukuran 3,2×1,6 meter, baru Indonesia yang mampu memproduksi di dunia. Wajar kiranya, jika ubin keramik lokal telah mampu menembus pasar ekspor ke negara-negara Asia, Eropa, Amerika, dan Australia. Untuk itu, Kemenperin terus berupaya mengakselerasi dan membangkitkan kembali kejayaan industri keramik nasional seperti pada 2014 sebagai produsen nomor 4 di dunia. Saat ini, berdasarkan catatan Kemenperin, industri keramik menduduki peringkat 8 dunia, dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 538 juta m2 per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 150 ribu orang.

Salah satu langkah yang dilakukan melalui business matching antara produsen keramik dengan asosiasi sektor pengguna. “Upaya itu juga sekaligus untuk mendorong penerapan program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN),” tandas Agus.

Agus mengatakan, meningkatnya pembangunan di sektor infrastruktur dan properti, seperti  real estat, perumahan, apartemen, dan bangunan lainnya, membuat permintaan pasar dalam negeri semakin bertambah. “Dalam jangka panjang, industri keramik nasional akan sangat prospektif, mengingat konsumsi keramik nasional per kapita sekitar 1,4 m2 masih lebih rendah dibandingkan konsumsi ideal dunia yang telah mencapai lebih dari 3 m2,” terang Agus.

Selain itu, Pemerintah yang gencar dalam pembangunan infrastruktur, serta meningkatnya kebutuhan perumahan atau tempat tinggal oleh pekerja usia produktif, menjadi peluang pangsa pasar bagi industri keramik nasional untuk meningkatkan konsumsi keramik nasional dan memperluas pangsa pasar dalam negeri.

Menperin menyebut, produk keramik nasional masuk dalam kategori wajib mempunyai nilai TKDN lebih besar dari 40%. Karena itu, guna mendukung industri keramik nasional diperlukan juga komitmen kuat untuk mengurangi ketegantungan terhadap produk luar negeri, melalui optimalisasi belanja pemerintah, khususnya pembangunan fisik infrastruktur yang menggunakan APBN maupun APBD.

Karena itu, Agus optimistis, upaya link and match ini akan semakin menumbuhkan industri keramik nasional, pasalnya sub sektor industri tersebut memiliki keunggulan komparatif melalui ketersediaan bahan baku yang melimpah, serta didukung dengan kemudahan iklim berusaha Pemerintah melalui UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

“Secara kapasitas dan kemampuan, industri keramik kita telah mampu memenuhi kebutuhan nasional. Namun, kami juga terus mendorong pemanfaatan teknologi modern, guna menciptakan produk yang inovatif dan kompetitif,” imbuhnya. Kemenperin mencatat, hingga saat ini kekuatan industri ubin keramik di Indonesia ditopang oleh 37 perusahaan yang tersebar di Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.

Ketua Umum ASAKI, Edy Suyanto, menyatakan pihaknya memastikan mendukung Kemenperin dalam hal program substitusi impor. Selain memiliki volume kapasitas produksi yang besar, dengan tingkat utilitas sekitar 78 persen, kata Eddy, “Kami juga punya keunggulan dalam bidang desain dan teknologi, bahkan kami sudah melakukan ekspor untuk teknologi yang merupakan satu-satunya di Asia Tenggara.”

Karena itu, “Untuk menjaga momentum pemulihan dan kebangkitan industri keramik, kami mendesak langkah-langkah konkret dalam upaya penguatan daya saling. Misalnya, pembatasan pelabuhan impor tertentu dan penetapan minimum harga impor,” tandas Eddy.

Artikel Terkait

Leave a Comment