Semakin berkembangnya dunia arsitektur dan persaingan global, profesi arsitek dituntut memiliki standar kualitas dan kompetensi yang harus terus ditingkatkan. Untuk itu diperlukan pendidikan arsitektur yang setara dengan standar internasional. Melihat hal tersebut, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) terus mendorong terbentuknya program Pendidikan Profesi Arsitek/PPAr. Salah satunya dengan membuat nota kesepahaman (MOU) penyelenggaraan bersama dengan sejumlah perguruan tinggi yang memiliki program pendidikan (prodi) arsitektur.
Pada tanggal 6/12, sudah ditandatangani dua nota kesepahaman baru, antara IAI dengan Unika Soegijapranata dan Universitas Sebelas Maret. Prosesi penandatanganannya dilakukan oleh Ketua Umum IAI Georgius Budi Yulianto dengan Kaprodi PPAr dari kedua universitas tersebut.
Sebagai mitra kerja dan mitra belajar bagi Perguruan Tinggi Arsitektur dalam PPAr, hal utama yang menjadi Lingkup kerjasama Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), di antaranya: menyediakan dosen mata kuliah, dosen tamu, dan reviewer untuk berbagai ujian terkait keprofesian, yang turut andil dalam pengembangan ilmu keprofesian, arsitektur, etika profesi, serta kerjasama publikasi kegiatan.
Standar Internasional
Pendidikan tinggi arsitektur sendiri sudah mengalami perubahan, yang mana menuntut model pembelajaran yang lebih dinamis, multidisiplin dan fokus dalam menghasilkan lulusan yang memenuhi standar kompetensi yang diakui secara nasional, regional dan internasional.
Tantangan di tingkat regional ditandai salah satunya dengan diberlakukannya Pasar Bebas ASEAN Tahun 2015 melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA) for Architectural Services. Atas dasar prinsip kesetaraan mutu serta kesepahaman tentang kualifikasi dari berbagai bidang pekerjaan dan profesi di era global, maka Indonesia juga perlu mengikuti standar kualifikasi internasional.
Adapun di dunia internasional, organisasi profesi arsitek sedunia, the Union Internationale des Architectes (UIA), dimana IAI menjadi anggotanya, merekomendasikan bahwa seorang calon arsitek harus mengikuti pendidikan minimal selama 5 tahun di Perguruan Tinggi Arsitektur. Lalu, sebelum diperbolehkan berpraktik sebagai seorang arsitek, harus mengikuti proses magang sekurang-kurangnya 2 tahun
Di Indonesia, tuntutan tersebut direspons oleh IAI dengan merekognisi model 4 tahun +1 yang merupakan perwujudan pendidikan sarjana (4 tahun) ditambah program pendidikan profesi arsitek (1 tahun). Seiring dengan tuntutan untuk legitimasi di ranah legalitas akademik, utamanya dengan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, program tersebut disebut sebagai program studi “Profesi Arsitek”.
31 Kampus
Program pendidikan profesi ini diawali di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan dan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung di tahun 2006. Hingga kini sudah ada 31 perguruan tinggi yang punya Nota Kesepahaman (MOU) Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesi Arsitek (PPAr) dengan IAI.
Namun hanya delapan saja yang Program Pendidikan Profesi Arsiteknya telah aktif. Berdasarkan data dari Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur (APTARI), 2020, yaitu USU, Unpar, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Kristen Petra – Surabaya, Universitas Islam Indonesia (UII) – Yogyakarta, Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Kristen Duta Wacana – Yogyakarta. Sayangnya, terkait tertundanya ijin dari DIKTI, baru lima yang telah resmi beroperasi, yaitu di ITS, UGM, UI, UII dan USU.