scatter hitam
login aplikasi
bangunan hemat energi - My Home Magz

Pengguna REC Naik 65%, PLN Tambah Pembangkit EBT Baru

REC

Hingga semester 1 2024, layanan listrik hijau Renewable Energy Certificate (REC) dari PT PLN (Persero) telah dinikmati oleh 5.407 pelanggan dengan total kapasitas mencapai 2,35 TeraWatt hours (TWh). Angka ini meningkat 65% dibanding periode yang sama di tahun 2023 yang sebanyak 1.829 pelanggan dengan kapasitas sebesar 1,42 TWh. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, sebagai lokomotif transisi energi, PLN mendukung penuh kebutuhan sektor bisnis dan industri terhadap pasokan listrik hijau melalui Green Energy as a Service (GEAS) dengan produk unggulannya REC. Langkah ini searah dengan target Pemerintah untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) di tahun 2060. ”PLN berkomitmen penuh untuk mendukung daya saing industri nasional dengan mendorong penggunaan energi bersih. Kami menghadirkan opsi layanan listrik hijau 100% yang dipasok oleh pembangkit berbasis energi terbarukan (EBT) kami melalui REC,” kata Darmawan. Darmawan melihat kini makin banyak pelanggan sektor industri yang memanfaatkan REC untuk memperoleh pasokan listrik hijau dari PLN. Tercatat di sepanjang tahun 2023, REC PLN telah digunakan oleh 3.378 pelanggan dengan kapasitas mencapai 3,5 TWh. Tingginya serapan REC di semester 1 2024 juga membuat Darmawan optimis tren serapan REC akan naik terus, hingga akhir tahun 2024. ”Sejalan dengan tingginya minat sektor bisnis dan industri untuk mendukung dekarbonisasi di Indonesia, kami melihat bahwa kebutuhan energi hijau PLN akan semakin besar ke depannya. Dalam hal ini kami juga telah berhasil menambah dua pembangkit sebagai sumber REC. Sehingga saat ini kami memiliki 8 pembangkit REC dengan kapasitas produksi mencapai mencapai 4,7 juta REC atau 4,7 TWh per tahun,” jelas Darmawan. Adapun tambahan dua pembangkit sumber REC yang dimaksud ialah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Orya Genyem di Papua. Sebelumnya, sudah ada enam pembangkit EBT yaitu PLTP Ulubelu, PLTA Cirata, PLTP Kamojang, PLTM Lambur, PLTA Bakaru, dan PLTP Lahendong. CT Corp Manfaatkan REC Salah satu pelaku industri yang memanfaatkan EBT adalah PT CT Corpora (CT Corp). Keduanya bersinergi untuk pengembangan green energy di lingkungan bisnis CT Corp., berupa pengembangan infrastruktur kendaraan listrik di lingkungan bisnis perusahaan tersebut dan layanan energi bersih melalui REC. Kerja sama green economy ini dituangkan dalam penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dengan Chairman & Founder CT Corp Chairul Tanjung, di Makassar, Sulawesi Selatan, (8/8). “Tugas kita bersama adalah bagaimana memastikan kehidupan generasi mendatang lebih baik dari hari ini. Kolaborasi ini adalah suatu fondasi bagaimana CT Corp dan PLN bisa menyelaraskan gerak langkahnya menatap masa depan yang lebih cerah lagi. Perjalanan transisi energi apabila dilakukan sendiri-sendiri tentu saja berat, namun jika dilakukan dalam suasana kebersamaan dan kolaborasi maka upaya ini dapat lebih mudah dicapai,” kata Darmawan dalam sambutannya. Darmawan menambahkan, kerja sama ini sekaligus membuktikan komitmen PLN dalam menghadirkan energi hijau yang andal bagi sektor industri dan bisnis demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu Chairman & Founder CT Corp Chairul Tanjung mengapresiasi sinergi pengembangan green energy oleh PLN dalam bidang kelistrikan dan beyond kWh. Hal ini sejalan dengan upaya transformasi CT Corp menjadi perusahaan yang lebih hijau, yang salah satunya diwujudkan dengan penggunaan listrik dari energi baru terbarukan (EBT) berbasis surya di tiga lokasi Trans Studio Mall yaitu Makassar, Bandung, dan Cibubur, berupa pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Tiga Trans Mall Pakai PLT Surya PLTS yang dipasang di Trans Studio Mall Makassar bekerjasama dengan Xurya, diperkirakan mampu menghasilkan 3,7 juta kWh per tahunnya. Ini setara dengan pengurangan emisi karbon sebanyak 3,3 juta kilogram per tahun. Dampak dari pemanfaatan energi bersih lewat pembangunan PLTS Atap di mall tersebut setara dengan penanaman lebih dari 44 ribu pohon. Sementara untuk PLTS Atap yang dipasang di Trans Studio Mall Bandung, diperkirakan mampu menghasilkan energi bersih sebanyak 1,5 juta kWh setiap tahun. Ini setara dengan penekanan 1,4 juta kilogram emisi karbon tiap tahunnya atau sama dengan penanaman lebih dari 18 ribu pohon. Adapun untuk PLTS Atap di Trans Studio Mall Cibubur, mampu menghasilkan lebih dari 2,1 juta kWh energi bersih tiap tahunnya. Ini setara dengan pengurangan emisi karbon sebanyak 1,9 juta per tahun atau sama dengan menanam 24 ribu pohon. Secara total, kapasitas PLTS Atap yang dipasang pada tiga Trans Studio Mall ini merupakan yang terbesar di Indonesia. Total energi bersih yang dihasilkan mencapai 7,5 juta kWh per tahun. Ini setara dengan penurunan emisi karbon 6,6 juta kilogram per tahun atau sama dengan menanam lebih dari 86 ribu pohon. baca juga: Xurya, Huawei Indonesia & JJ-Lapp Indonesia Kolaborasi Bikin Program Solar Academy Realisasi pemasangan PLTS Atap ini juga merupakan hasil dari kerja sama strategis antara CT Corpora dan Mitsui & Co., Ltd. Agar dapat menghasilkan performa dan dampak positif yang maksimal dan berkelanjutan selama 20 tahun masa operasional PLTS Atap berlangsung, Trans Studio Mall akan mendapatkan layanan Operations & Maintenance (O&M) secara rutin dari afiliasi perusahaan Mitsui & Co., Ltd, yaitu PT Xurya Daya Indonesia. Adapun terkait dengan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di lingkungan kerja CT Corp, diwujudkan dengan penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Gedung-gedung milik CT Corp, termasuk di seluruh pusat perbelanjaan yang tergabung dalam Trans Studio Mall Group di seluruh Indonesia. Chairul menambahkan, melalui MoU ini CT Corp akan mengakselerasi program-program ekonomi hijau dengan penyediaan fasilitas SPKLU di seluruh outlet CT Corp yang tersebar dari Aceh sampai Papua.  

Onduline Tantang Arsitek Asia Rancang Rumah Hemat Energi

Produsen atap bitumen ramah lingkungan, PT Onduline Indonesia kembali mengundang para profesional arsitek, disainer, pengembang properti, pelaksana dan perancang bangunan, baik perorangan maupun proyek, untuk ambil bagian dalam sayembara desain konstruksi atap bangunan berkelanjutan (sustainable construction) bertajuk “Onduline Green Roof Award (OGRA) 2023 Asia”. Dengan tajuk demikian, selain peserta dari Indonesia, perhelatan kali ini juga terbuka bagi peserta dari kawasan Asia Tenggara, mencakup lima negara, yaitu India, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Thailand. Diundangnya peserta dari negara-negara tersebut sekaligus memperingati penyelenggaraan kompetisi dua tahunan ini di tahun ke-10, yang pertama kali diadakan tahun 2013. Kompetisi OGRA tahun ini mengambil tema “Tropical Passive Roof Design for Low Energy Houses”. Diplotnya tema kompetisi tersebut sebagai wujud respon Onduline terhadap isu kualitas ligkungan yang makin merosot. Beberapa kriteria green building sekaligus menjadi poin penilaian karya desain, antara lain strategi pengolahan air hujan, tata guna lahannya berdasarkan lingkungan sekitar bangunan, kualitas udara di dalam ruangan (indoor quality), material yang digunakan, termasuk pemakaian energi di dalam rumah. Selama kurun waktu 10 tahun telah didapatkan lebih dari 500 entri dan menampilkan belasan juri terkenal dari seluruh Indonesia. Di OGRA 2023 Asia, duduk dalam dewan juri adalah Onduline Asia Pacific Director Olivier Guilly, Iwan Prijanto (Ketua Green Building Council Indonesia), Ivan Priatman (Principal Architect Archimetric), serta Felino ‘Jun’ Palafox Jr, arsitek, perencana kota, ahli lingkungan dari Filipina yang termasuk 48 pahlawan filantropi di dunia versi Majalah Forbes. Dijadikannya rumah sebagai obyek desain, karena bangunan residensial termasuk kontributor emisi karbon terbesar (38%). Karena itu, desain dan pemilihan material bangunan residensial menjadi hal penting. “Ke depan, target penurunan emisi global akan semakin ketat. Untuk mengurangi emisi lebih ambisius, penggunaan atap bangunan ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadi satu dari sekian elemen yang dapat berkontribusi besar terhadap penurunan emisi karbon di sektor properti,” papar Iwan Prijanto kepada media, BSD CIty, (6/7). Ivan Priatman menambahkan, penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan menghasilkan biaya operasional yang lebih rendah 20-30 persen, dibandingkan dengan biaya operasional bangunan konvensional. Apalagi dengan adanya dorongan dari pemerintah dan komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060. Ke depan, imbuh Ivan, tren pemasangan atap ramah alam yang berdampak pada pengurangan energi diprediksi akan mengalami peningkatan. “Untuk hunian pribadi maupun komersial, mendesain atap dengan melihat kondisi sekitar akan sangat memengaruhi biaya yang dikeluarkan,” ujar Ivan. Lomba kali ini menekankan kepada bagaimana desain tersebut memperhatikan lingkungan, baik dalam struktur bangunan maupun bahan bangunannya, karenanya diharuskan menyertakan desain atap untuk rumah tinggal yang dikelola dengan strategi berkelanjutan. Berhadiah Ribuan Dolar AS Sayembara sudah dibuka sejak 14 April 2023, dan batas waktu pengumpulan karya lomba hingga 30 Agustus 2023. Adapun tahap penjurian sepanjang September 2023, dan pengumuman pemenang dijadwalkan pada Oktober 2023. Peserta yang ingin berkompetisi wajib terlebih dulu mengisi formulir pendaftaran melalui website www.ogra-contest.com. Desainer yang bisa mengikuti kompetisi adalah mereka yang memiliki pengalaman minimal 1 tahun di bidang arsitektur, desain interior, konstruksi, developer, konsultan perencana dan konsultan pelaksana. Onduline tidak mewajibkan penggunaan produknya dalam karya desain yang dimasukkan. Hingga akhir Juni lalu, sudah terdaftar 300 peserta yang berasal dari enam negara tersebut. “Ini sangat menggembirakan, karena secara tidak langsung mereka sangat peduli dengan lingkungan. Antusias peserta dari Indonesia meningkat, karena mereka melihat dari tema kali ini yang lebih erat dengan kondisi alam di negara-negara Asia. Mereka bersemangat sekali mengikuti OGRA 2023 Asia mengingat ini mereka pertama kali mengikuti kompetisi yang kami gelar,” jelas Olivier. Country Director PT Onduline Indonesia, Esther Pane, menyatakan bahwa OGRA menjadi momen yang pas untuk mengapresiasi para arsitek dan profesi terkait, untuk mensosialisasikan bangunan dan desain rumah ramah lingkungan. “Kami akan terus konsisten mengkomunikasikan Onduline sebagai solusi atap hijau dengan Green Label Indonesia,” tandasnya. Penyelenggaraan OGRA, ujar Esther, sejalan dengan visi Onduline Indonesia sebagai produsen lembaran atap bitumen terbuat dari bahan resin, mineral dan serat selulosa yang aman dan ramah lingkungan, dimana tujuan akhirnya yaitu membangun Indonesia lebih hijau. Onduline menyiapkan total hadiah uang tunai sebesar 9.200 dolar AS atau setara Rp145 juta dan piala eksklusif untuk semua pemenang. Selain uang, Juara 1 dan 2 nanti akan diundang sebagai pembicara utama di sejumlah kegiatan Onduline.